Dalam Al Qur’an cukup banyak ayat yang menjelaskan bahwa jika Allah berkehendak, maka Dia hanya mengatakan “Jadilah! Lalu jadilah ia." Mari kita simak beberapa ayat yang berkenaan dengan hal ini.
Jumlah kun fayakun dalam al quran ada 8 Ayat yang menjelaskannya, hal ini mari kita lihat ayat apa yang mencantumkan kalimat Kun Fayakun dalam kitab suci Al Quran dan kami cantumkan latin dan artinya untuk mempermudah pemahaman, Ayat yang termaktub kalimah Kun Fayakun antara lain sebagai berikut:
1. Al-Qur'an Surah Al-Baqarah, Ayat 117 :
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ
"Badii'us-samaawaati wal ardhi wa-idzaa qadha amran fa-innamaa yaquulu lahu kun fayakuun(u)"
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.”
2. Al-Qur'an Surah An Nahl, Ayat 40 :
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Innamaa qaulunaa lisyai-in idzaa aradnaahu an naquula lahu kun fayakuun(u)"
Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “kun (jadilah)”, maka jadilah ia”.
3. Al-Qur'an Surah Yaasiin, Ayat 82 :
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Innamaa amruhu idzaa araada syai-an an yaquula lahu kun fayakuun(u)"
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia”.
4. Al-Qur'an Surah Al An’aam, Ayat 73 :
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَيَوْمَ يَقُولُ كُنْ فَيَكُونُ قَوْلُهُ الْحَقُّ وَلَهُ الْمُلْكُ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
"Wahuwal-ladzii khalaqas-samaawaati wal ardha bil haqqi wayauma yaquulu kun fayakuunu qauluhul haqqu walahul mulku yauma yunfakhu fiish-shuuri 'aalimul ghaibi wasy-syahaadati wahuwal hakiimul khabiir(u)"
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui
5. Al-Qur'an Surah Al Mu’min, Ayat 68 :
هُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ فَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Huwal-ladzii yuhyii wayumiitu fa-idzaa qadha amran fa-innamaa yaquulu lahu kun fayakuun(u)"
Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia”.
6. Al-Qur'an Surah Maryam, Ayat 35 :
مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
" Maa kaana lillahi an yattakhidza min waladin subhaanahu idzaa qadha amran fa-innamaa yaquulu lahu kun fayakuun(u)"
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia”.
7. Al-Qur'an Surah Ali ‘Imran, Ayat 47 :
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Qaalat rabbi anna yakuunu lii waladun walam yamsasnii basyarun qaala kadzalikillahu yakhluqu maa yasyaa-u idzaa qadha amran fa-innamaa yaquulu lahu kun fayakuun(u) "
Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia.
8. Al-Qur'an Surah Ali ‘Imran, Ayat 59 :
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Inna matsala 'iisa 'indallahi kamatsali aadama khalaqahu min turaabin tsumma qaala lahu kun fayakuun(u)"
Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah dia.
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa dalam memahami Al Qur’an hendaklah dipahami beberapa norma, antara lain :
- Seluruh Al Qur’an yang 30 juz dan 114 surat itu adalah satu kesatuan. Bukan masing-masing terserak dan berdiri sendiri-sendiri.
- Memahami ayat Al Our’an adalah dengan mengikuti ayat sebelumnya dan ayat sesudahnya. Karena ayat-ayat itu berkaitan dan saling menjelaskan dan saling memperkuat.
- Menafsirkan ayat Al Our’an yang paling utama adalah dengan ayat Al Our’an yang lainnya.
- Selagi bisa mengumpulkan makna dan pengertiannya, maka yang lebih utama adalah mengumpulkan, bukannya mentarjih (memilih).
Dengan kata lain proses penciptaan ini, Allah menguaraikan ada dua prosedur, yaitu prosedur sebab akibat dan prosedur langsung yang tidak ada sebab dan bukan menjadi akibat dari sebuah sebab tertentu.
Disebutkan dalam Surat As-Sajdah 32:4
“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumidan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa,kemudian Dia bersemayam di atas `arsy. Tidak ada bagikamu selain daripada-Nya seorang penolong pun dantidak (pula) seorang pemberi syafa`at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?“
Dalam ayat lainnya adalah yaitu surat Fushilat ayat 9, 10, dan 12, yang artinya :
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. (9)
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.(12)
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (12)
Ayat di atas yang menerangkan ada enam masa (Sajdah:4), ada juga delapan masa (Fushilat: 9, 10, dan 12), bukanlah sebuah pertentangan, tetapi menunjukkan adanya sebuah proses penciptaan yang tidak tiba-tiba ada. Beberapa ayat di atas menjelaskan konsep penciptaan melalui proses yaitu menurut “adat istiadat” lumrahnya suatu penciptaan, yang membutuhkan waktu, tidak serta merta jadi, atau tidak tiba-tiba muncul menjadi alam semesta.
Ayat di atas merupakan gambaran penciptaan memalui proses yang membutuhkan waktu sekitar enam masa. “Masa” ini tidak dijelaskan, apakah waktu jam, hari, bulan, atau tahun. Kata “ayyaum” (jamak), bentuk tunggal nya adalah “yaum”, artinya hari. Pada saat itu belum ada hari sebab matahari dan bumi belum membentuk susunan yang seperti sekarang ini, sehingga kata “yaum” lebih tepat dimaknakan masa atau tahapan penciptaan.
Di dalam surat Al Baqarah ayat 117, Allah berfirman:
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.”
Ayat lainnya surat An Nahl ayat 40 :
Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “kun (jadilah)”, maka jadilah ia“.
Kun fa yakun artinya “Jadilah!, maka terjadilah ia“, mengandung pemahaman adanya suatu konsep penciptaan yang tidak menurut adat kebiasaan, tidak melalui proses tahapan tertentu. Ayat ini menunjukkan adanya konsep khusus yang menafikan hukum sebab akibat.
Banyak penciptaan di alam ini yang merupakan proses, melalui hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Penciptaan manusia melalui proses yang berlangsung selama 9 bulan 10 hari. Penciptaan langit dan bumi melalui 6 masa. Apa hikmah dibalik ini? Coba jika segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini tidak berproses, maksudnya terjadi begitu saja, apa yang bisa dilakukan oleh makhluk-makhluk termasuk manusia. Manusia tidak akan mampu mempelajari hukum-hukum alam untuk kemudian digunakan bagi kepentingan manusia . Penciptaan manusia yang selama 9 bulan itu dapat dipelajari oleh manusia, sehingga manusia mampu memanfaatkannya bagi kepentingan manusia. Coba jika manusia tercipta begitu saja, apa yang bisa kita pelajari? Coba jika alam semesta terjadi dalam waktu sekejap, apa yang bisa diperbuat oleh manusia? Manusia pasti tidak akan mampu mempelajari hukum-hukumnya. Manusia tidak akan mampu memanfaatkan bagi kepentingan manusia.
Allah juga telah menunjukkan kepada kita, bahwa Allah juga jika berkehendak maka sesuatu itu tercipta begitu saja tanpa waktu atau tak bermasa. Mukjizat yang diberikan kepada para Rasul misalnya, itu keluar dari hukum-hukum alam, dan terjadi begitu saja. Misalnya terbelahnya bulan yang merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad, Rasul hanya menunjukkan jari telunjuknya maka terbelahlah bulan. Misalnya lagi, Nabi Isa mampu menghidupkan manusia yang sudah mati, mampu berbicara ketika masih orok dan masih banyak kejadian yang keluar dari hokum alam yang selalu berproses.
Hikmah lain yang dapat diperoleh adalah bahwa harus disadari bahwa tidak layak kita sebagai makhluk bersikap sombong, sebab jika Allah berkehendak atas kita baik kebaikkan maupun keburukan pasti akan terjadi. Kita akan selalu berhati-hati dalam sikap dan perbuatan kita. Dari ini kita mengakui bahwa kita adalah makhluk yang lemah. Bukti yang ekstrim adalah kematian. Tidak seorang manusiapun yang tidak mati. Bukti yang lain, kita tidak berani memastikan bahwa besok kita pasti akan melakukan ini dan itu, paling kita akan mengatakan bahwa besok kita merencanakan melakukan ini dan itu.
Makna Kun Fayakun
Bukankah Tuhan itu apabila menghendaki maka segala sesuatunya akan terwujud? Bukankah apabila Tuhan berkata kun (jadilah) fayakun (maka jadilah)? Lantas mengapa langit dan bumi diciptakan dalam waktu enam atau tujuh hari? Bukankah hal ini berseberangan dengan kudrat dan kekuasaan Tuhan?
Kekuasaan tidak terbatas dan apa yang didefinisikan tentang kudrat dan kekuasaan Tuhan bermakna bahwa apabila Dia menghendaki melakukan sesuatu maka Dia akan melakukannya dan apabila enggan melakukan sesuatu maka Dia tidak akan mengerjakannya. Tiada satu pun yang keluar dan berada di luar wilayah kekuasaan Allah Swt di alam semesta ini.
Adapun bahwa alam semesta diciptakan dalam waktu enam hari atau dengan ungkapan yang lebih tepat dalam enam tingkatan pada hakikatnya tidak berseberangan dengan kekuasaan dan kudrat Allah Swt; karena dengan melewati enam tingkatan ini bagi penciptaan alam semesta tidak bermakna bahwa Allah Swt tidak berkuasa menciptakannya dalam satu waktu; artinya penciptaan seketika alam semesta oleh Tuhan bukanlah suatu hal yang mustahil. Mengingat bahwa mekanisme yang berlaku di alam semesta adalah mekanisme sebab akibat dan berada di bawah aturan hukum kausalitas dan Tuhan tidak ingin melakukan sesuatu kecuali dengan sebab-sebabnya, maka, dengan beberapa alasan yang tidak kita ketahui secara pasti, alam semesta diciptakan dalam waktu enam hari. Namun yang pasti penciptaan gradual ini sepenuhnya disebabkan oleh tipologi yang dimiliki alam semesta bukan karena kekuasaan dan kudrat Allah Swt.
“Huwalladzi khalaqa al-samawat wa al-ardh fi sittati ayyamin.”
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari.” (Qs. Hud [11]:7)
Pertama-tama yang dimaksud dengan hari bukanlah satuan waktu dua puluh jam yang kita lalui sehari-hari. Karena pada waktu itu bumi dan matahari belum lagi diciptakan sehingga bumi mengelilingi dirinya di hadapan cahaya matahari sehingga kita menyebut rotasi tersebut sebagai sehari. Hari dalam ayat yang dimaksud merupakan ungkapan tentang masa dan tingkatan dan penggalan waktu dari zaman. Apa yang dijelaskan ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat bahwa bumi diciptakan dalam enam tingkatan dan terkait dengan hal-hal detilnya pada setiap tingkatan dan bagaimana proses terjadinya tidak ada yang dapat kita pahami dari firman Allah Swt. Yang paling maksimal yang dapat kita petik dari ayat-ayat al-Qur’an adalah pertama bahwa penciptan langit dan bumi tidaklah berbentuk dan seperti kondisi yang sekarang ini kita saksikan. Keberadaannya tidak bersifat mendadak dan muncul dari ketiadaan, melainkan diciptakan dari sesuatu yang lain dimana sesuatu tersebut sebelumnya telah ada dan hal itu adalah sebuah materi yang mirip bagian-bagian dan bertumpuk-tumpuk satu dengan yang lain kemudian Allah Swt membagi-bagi materi padat ini, dan bagian-bagian tersebut dipisahkan dari yang lain. Dari satu bagiannya, dalam dua penggalan waktu bumi dibuat dan kemudian menciptakan langit yang kala itu masih berupa asap (dukhan),[1] bagian-bagian tersebut juga dipisah-pisahkan dan pada dua penggalan waktu kemudian berbentuk tujuh petala langit.
Yang lainnya bahwa seluruh entitas dan makhluk hidup yang kita saksikan diciptakan dari air, karena itu materi air (tentu saja air ini bukan air yang kita sehari-hari konsumsi) merupakan materi kehidupan setiap makhluk hidup. Dengan penjelasan di atas menjadi jelas ayat yang menjadi obyek bahasan, oleh itu, al-Qur’an menyatakan, “Huwalladzi khalaqa al-samawat wa al-ardh fi sittati ayyamin” (Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari) yang dimaksud dengan menciptakan langit dan bumi pada ayat ini adalah mengumpulkan bagian-bagian kemudian memisahkannya dengan materi-materi lain yang mirip satu dengan yang lain kemudian memadatkannya satu dengan yang lain.
Hingga kini makna penciptaan alam semesta yang terjadi selama enam hari menjadi jelas. Sekarang tiba gilirannya kita membedah makna kun (jadilah) fayakun (maka jadilah ia) bahwa pada hakikatnya apa sih makna huruf ini? Al-Qur’an menyatakan, “Innama amruhu idza arada syaian an yaqula lahu kun fayakun.” (Sesungguhnya urusannya-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah ia,” Qs. Yasin [36]:82).
Ayat mulia ini merupakan salah satu ayat unggul al-Qur’an yang mendeskripsikan kalimat pengadaan dan penjadian dan menyatakan, “Allah Swt dalam menjadikan dan mengadakan segala sesuatu yang kejadiannya dikehendaki, tidak membutuhkan kepada sesuatu yang lain kecuali kepada Zat-Nya sendiri, bukan bahwa sebab tersebut secara mandiri menjadikan sesuatu juga bukan membantu Tuhan dalam penjadiannya, atau menyingkirkan penghalang terealisirnya kehendak Tuhan.
Yang dimaksud dengan redaksi “amr” pada ayat yang menjadi obyek bahasan adalah “sya’n” (urusan, kedudukan) artinya ayat tersebut ingin menandaskan, “Urusan (kedudukan) Tuhan tatkala menghendaki penciptaan satu makhluk dari seluruh makhluk adalah demikian, bukan bermaksud amr (perintah) sebagai lawan nahi (larangan). Tatkala Tuhan ingin menciptakan satu entitas (makhluk) maka Dia menggunakan kalimat “amr.” Karena itu, makna kalimat “idzâ aradâ” adalah bahwa tatkala segala sesuatu berada dalam obyek kehendak Tuhan, maka sya’n (kedudukan atau urusan) Tuhan adalah berkata kepada sesuatu tersebut untuk menjadi (kun) dan maka jadilah ia (fayakun). Namun yang menjadi titik tekan di sini bukan lafaz “kun” melainkan kehendak (iradah) Tuhan. Demikian juga dalam kondisi ini obyek bicara Tuhan juga bukanlah obyek yang memiliki indra pendengaran dan mendengarkan pembicaraan dengan dua telinganya kemudian mengada, lantaran apabila obyek bicara sudah mewujud (sebelumnya) maka tidak perlu lagi diwujudkan. Karena itu, ayat yang menjadi obyek bahasan merupakan sebuah firman yang mengandung analogi dan karena Zat Allah Swt apabila mengendaki wujudnya segala sesuatu maka tanpa ada jeda dan selisih akan segera mewujud.[3]
Dari satu sisi juga, apa yang dianugerahkan dari sisi Allah Swt, tidak memerlukan waktu dan jeda, juga tidak menerima adanya perubahan dan pergantian, demikian juga tidak bersifat gradual. Apa pun yang kita saksikan secara gradual, memerlukan waktu dan jeda pada seluruh entitas dan makhluk sejatinya bersumber dari entitas itu sendiri dan bukan berasal dari sisi Allah Swt.
Shafwan bin Yahya berkata, aku berkata kepada Hadhrat Abi al-Hasan As: Tolong Anda jelaskan tentang kehendak Tuhan dan penciptaan-Nya. Beliau berkata, “Kehendak pada kita makhluk bermakna keinginan batin dan intrinsik yang sebagai ikutannya muncullah perbuatan dari kita. Namun kehendak Allah Swt bermakna pengadaan dan penjadian perbuatan bukan selainnya, karena Allah Swt tidak perlu berpikir dan merenung sebelumnya. Dia tidak seperti kita yang memerlukan keputusan sebelum setiap pekerjaan dilakukan dan kemudian memikirkan bagaimana merealisasikannya. Sifat seperti ini tidak terdapat pada Allah Swt dan merupakan salah satu tipologi makhluk.
Oleh itu, kehendak Tuhan adalah perbuatan itu sendiri bukan yang lain. Dia berkata kepada perbuatan tersebut, “Jadilah (Kun) maka perbuatan itu akan menjadi (fayakun). Adapun kita berkata, “Berkata kepadanya” (an yaqula) bukan perkataan dengan ekspresi dan bahasa, bukan juga keputusan dan produk pikiran, sebagaimana Dia tidak memiliki kualitas, perbuatan-Nya juga tidak memiliki kualitas.
Karena itu, apabila kita berkata bahwa Allah Swt menciptakan alam semesta dalam enam hari maka pertama-tama hal itu tidak bermakna bahwa penciptaan tersebut secara gradual terjadi dari sisi Allah Swt dan perbuatan-Nya adalah bersifat gradual dan sebagai kesimpulannya karena Allah Swt tidak mampu menciptakannya dalam satu waktu maka kekuasaannya terbatas dan untuk menciptakan Dia memerlukan terlewatinya waktu. Sifat gradual ini sejatinya bersumber dari makhluk yang dalam ini adalah alam semesta dan bukan bersumber dari Allah Swt. Karena sebagaimana yang telah dijelaskan kapan saja Allah Swt menghendaki wujudnya sesuatu maka segera ia akan mewujud (fayakun). Apa yang Anda nyatakan bahwa hal ini berasal dari sisi Tuhan, sama sekali tidak bermasalah. Benar bahwa Tuhan mampu menciptakan alam semesta dalam satu waktu namun mengingat alam materi mengikut mekanisme sebab akibat dan tunduk di bawah aturan hukum kausalitas dan Allah Swt enggan melakukan sesuatu kecuali dengan sebab-sebabnya atas alasan itulah berdasarkan kemasalahatan-kemasalahatan yang juga kita tidak ketahui secara persis alam semesta diciptakan dalam enam tingkatan, boleh jadi pada setiap tingkatan bergantung pada tingkatan-tingkatan sebelumnya atau dalil-dalil lainnya... namun apa yang penting di sini adalah Tuhan mahakuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang memiliki kemungkinan eksistensial untuk mewujud.
Kata Kun Fayakun beberapa kali disebutkan dalam Al-Qur’an Karim, seperti dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah 117
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (١١٧)
Artinya
: Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
“Jadilah!” lalu jadilah ia.Surah Ali Imran 47
قَالَتْ
رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ
كَذَلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا
يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٤٧)
Artinya : Maryam berkata: “Ya
Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, Padahal aku belum pernah
disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantaraan
Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.
apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah hanya cukup
berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah Dia.Surah Ali Imran 49, 59
وَرَسُولا
إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ
فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ وَأُبْرِئُ الأكْمَهَ
وَالأبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللَّهِ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا
تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً
لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٤٩)
Artinya : dan (sebagai)
Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku
telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari
Tuhanmu, Yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung;
kemudian aku meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung dengan seizin
Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan
orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan
seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu Makan dan apa yang
kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah
suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh
beriman.
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٥٩)
Artinya
: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), Maka jadilah Dia.Surah Al-An’am 73
وَهُوَ
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ وَيَوْمَ يَقُولُ كُنْ
فَيَكُونُ قَوْلُهُ الْحَقُّ وَلَهُ الْمُلْكُ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي
الصُّورِ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
(٧٣)
Artinya : dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan
benar. dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah,
lalu terjadilah”, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu
sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah
yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.Surah Yaasin Ayat 82
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٨٢)
Artinya : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia.Kata Kun Fayakun juga terdapat pada Surah An-Nahal 40, Surah Maryam 35, Surah Ghaafir 68.
Dan adapun makna kata Kun Fayakun adalah bahwa sesungguhnya Allah SWT jika menginginkan keberadaan sesuatu yang berkaitan dengan kehendak-Nya, adapun keadaan sesuatu serta hakikat keberadaannya sesuai dengan kehendak Allah SWT. Tidak ada sesuatu yang dapat diperintahkan untuk ada kecuali adanya untuk sebuah urusan. Tidak ada yang dapat terjadi kecuali diperintahkan.
Allah SWT mengetahui segala sesuatu yang ada sebelum adanya, setiap sesuatu yang belum ada, namun diketahui-Nya sebelum terjadi. Sebagai perumpamaan adalah sesuatu yang ada, maka Allah SWT memerintahkan untuk keluar dari keadaan tidak ada kepada pada keadaan yang ada.
Hal ini juga menjadi perumpamaan dari Allah SWT pada seluruh apa yang dikehendakinya terjadi, jika Allah SWT menciptakan dan menghendakinya, maka pasti terjadi. Tidak seperti perkataan kita, karena kita adalah manusia.
Allah SWT memberikan gambaran hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Razi bahwa tidak boleh melakukan ta’wil terhadap kata “ Kun ‘.
Demikian artikel singkat mengenai arti dan makna kun fayakun, semoga bermanfaat.
Sumber: uripsantoso.wordpress.com/quran.al-shia.org/al-badar.net/kuliah ilmu ghaib