“Dan ingatlah (pada waktu) Alah SWT mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Allah berfirman kepada malaikat : “Apakah mereka itu dahulunya menyembah kamu ?” Para malaikat menjawab : “Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung kami bukan mereka, justru mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS.Saba’ : 34).
Malaikat adalah makhluk yang hanya tunduk dan patuh kepada perintah Allah SWT, bukan perintah manusia. Tugas mereka adalah mengabdi kepada Allah, bukan mengabdi kepada manusia, apalagi menjadi budak dan khadamnya. Kita sebagai orang mukmin harus mengimani adanya malaikat secara benar, dan tidak mengkultuskannya. Apalagi menjadikan mereka sebagai sekutu Allah atau tandingan-Nya. Kita tidak boleh minta bantuan kepada para malaikat tanpa terkecuali, termasuk malaikat Jibril. Karena minta bantuan kepada mereka untuk melindungi diri, memajukan usaha, menolak bencana, atau menyembuhkan penyakit dan yang lainnya adalah tindakan syrik dan menduakan Allah SWT.
Bermula dari pemahaman yang salah tentang malaikat dan kiprah mereka di kalangan manusia, akhirnya lahir keyakinan yang menyimpang. Ada manusia yang menjadikan malaikat sebagai perantara atau kurir (berdo’a dengan bertawassul pada malaikat) untuk mengantarkan do’anya kepada Allah. Dan ada juga yang menjadikan malaikat sebagai sekutu Allah, ia memohon pertolongan kepada mereka. Bahkan ada juga yang menjadikan malaikat sebagai Tuhan yang disembah. Allah berfirman, “Dan dia (Nabi) tidak menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah patut ia menyuruhmu kepada kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?“ (QS. Ali ’Imran:80).
Kalau kita memohon kepada malaikat dengan ritual atau wirid tertentu, lalu datang sosok ghaib untuk mengabulkan permintaan atau memberi bantuan, maka ketahuilah bahwa itu tipu daya syetan. Syetan datang untuk menjerat manusia dengan kesyirikan. Memang, syetan tidak secara langsung atau menunjukkan jati dirinya lalu menyuruh manusia menyembahnya. Tapi mereka mengelabui manusia dengan datang sebagai sosok malaikat. Malaikat palsu itu datang dengan menampakkan diri sebagai sosok orang yang alim dan shalih. Menasehati manusia dengan kebaikan, membantunya saat dalam kesusahan. Lalu bersedia menjadi khadamnya.
Kalau sudah begitu, bukanlah setan yang bersosok malaikat itu yang menjadi khadamnya. Justru manusia itulah yang menjadi khadam syetan dan budaknya. Syetan dengan mudah memperdayainya, dan manusia itupun dengan mudah menuruti instruksi syetan bersosok malaikat. Ketika seorang manusia merasa ia mempunyai khadam ghaib. Maka, cepat atau lambat rasa tawakkal dan bergantungnya kepada Allah SWT akan berkurang, dan akhirnya terkikis habis. Bila ditimpa masalah ia berharap khadamnya datang membantunya. Kalaupun tidak datang juga, ia akan melakukan ritual yang telah dipesankan untuk memanggilnya. Mereka tidak menyadari bahwa syetan telah mempermainkannya.
Sebetulnya Al-Qur’an telah mengingatkan kita agar selalu waspada terhadap tipu muslihat syetan yang bersosok malaikat. Pada hari Kiamat nanti, Allah akan bertanya kepada para malaikat-Nya tentang perbuatan orang-orang musyrik yang telah menjadikannya sebagai Tuhan. Tapi para malaikat membantah tuduhan itu, karena yang mereka sembah sesungguhnya adalah jin atau syetan, bukan malaikat seperti yang diyakini manusia tersebut. Al-Qur’an berkata: “Dan ingatlah (pada waktu) Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Allah berfirman kepada para malaikat : “Apakah mereka itu dahulunya menyembah kamu?” Para malaikat menjawab : “Maha suci Engkau, Engkaulah pelindung kami bukan mereka, justru mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu“. (QS. Saba:34).
Jebakan syetan yang bersosok malaikat sebetulnya bisa kita hindari, jika kita konsisten terhadap janji dan ikrar kita kepada Allah SWT. Kita sudah berikrar dalam setiap rakaat shalat. Yaitu saat kita membaca surat al-Fatihah, “Hanya kepada-Mulah kami beribadah, dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan.“ (QS.al-Fatihah : 5). Dan ingatlah selalu akan pesan Rasulullah, “Jika kamu meminta (sesuatu), mintalah kepada Allah SWT. Dan jika kamu memohon pertolongan kepada Allah SWT.“
Kita tidak butuh perantara dalam meminta sesuatu atau memohon pertolongan kepada Allah. Apalagi dengan memohon kepada makhluk-Nya termasuk para malaikat. Al-Qur’an memberitahu kita, ”Dan Tuhanmu berfirman : “Berdo’alah kepadaku, niscaya akan aku kabulkan untukmu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mukmin : 60)
Lihatlah bagaimana cara Rasulullah memohon pertolongan kepada Tuhannya. Saat pasukan Islam berhadapan dengan pasukan kafir dalam perang Badar, jumlah pasukan Islam sepertiga dari pasukan musuh. Rasulullah terus berdo’a kepada Allah. “Ya Allah, penuhilah bagiku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengingatkan-Mu akan sumpah dan janji-Mu.” Dan tatkala pertempuran berkobar dan semakin sengit, Rasulullah berdo’a lagi. “Ya Allah, kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah selamanya setelah hari ini.”
Begitu larut dan khusyu’nya Rasulullah dalam berdo’a dan bermunajat, sehingga tanpa disadari sorbannya jatuh dari pundaknya. Abu Bakar memungutnya lalu mengembalikan ke pundaknya seraya berkata, “Cukuplah bagimu wahai Rasulullah untuk terus menerus berdo’a kepada Allah”. Setelah itu turunlah ayat, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu : “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS.al-Anfal : 9).
Dalam kondisi genting dan sulit seperti itu, Rasulullah tidak minta bantuan kepada malaikat, baik malaikat yang qarinnya maupun yang menjaganya. Kepada Allah-lah Rasulullah memanjatkan do’a dan memohon pertolongan. Allah Maha Tahu dan Maha Kuasa bagaimana cara untuk menolong hambanya yang sedang dalam kesulitan. Kita tidak bisa memastikan, apakah Allah akan mengutus tentaranya yang terdiri dari malaikat atau Allah mengutus makhluk-Nya yang lain seperti angin topan, badai, banjir, tsunami, longsor, gempa. Atau hati orang yang bermaksud jahat kepada kita dijadikan menciut dan kabur. Hanya Allah yang Maha Mengetahui. Kita sebagai hamba, hanya bisa berusaha semaksimal mungkin dan berdo’a kepada-Nya, kemudian bertawakkal serta ikhlas menghadapi ketentuan-Nya.
Rasulullah Bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, dan jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan cari apa yang telah dijelaskan kepada kalian (tanah)”. (HR. Muslim)
Beriman kepada para Malaikat merupakan pengalaman dari rukun iman yang kedua. Berarti keimanan seorang hamba kepada Allah belum sempurna jika tidak dibarengi dengan rukun iman yang lainnya, termasuk beriman kepada para malaikat. Allah berfirman, “Rasul telah beriman kepada (Al-qur’an) yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya. Demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya pada para rasul-Nya, kitab-kitab dan para Rasul-Nya…”. (SQ. Al-Baqarah : 275). Ketika Rasulullah ditanya tentang iman, beliau menjawab, “Iman adalah hendaklah kamu percaya (beriman) kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan para Rasul-Nya. (HR. Muslim)
Imam Al-Baihaqi berkata, “Iman kepada Malaikat mengandung beberapa maksud : Pertama, membenarkan dan meyakini bahwa malaikat itu benar-benar ada. Kedua, mengakui dan menempatkan posisi mereka secara proporsional. Mereka adalah makhluk Allah seperti manusia dan jin. Mereka tidak akan berkuasa untuk berbuat apa-apa, kecuali yang sudah ditetapkan Allah bagi mereka. Kita tidak boleh mensifatkan mereka dengan sifat yang bisa membuat kita menyekutukan Allah dengan mereka. Ketiga, kita mempercayai bahwa di antara para malaikat itu ada yang menjadi utusan Allah kepada manusia yang dikehendaki Allah, atau mereka diutus Allah ke kelompok manusia lain.” Jumlah malaikat sangat banyak sekali. Tidak ada yang mengetahui jumlah mereka secara pasti kecuali Allah “Dan tidak ada yang mengetahui tentara Rabbmu kecuali Dia sendiri…” (QS. Al-Muddatstsir : 31). Rasulullah bercerita seputar pengalamannya sewaktu Isra’ dan Mi’raj setelah melewati langit yang ketujuh, “…Kemudian aku dinaikkan ke ke Baitul Makmur, tiba-tiba aku menjumpai pada setiap harinya tempat itu dimasuki oleh 70 ribu malaikat, dan kelompok itu tidak akan punya kesempatan lagi untuk memasuki Baitul Makmur itu sampai hari Akhir….”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagian masyarakat kita belum kenal betul dengan karakteristik malaikat-malaikat Allah, sehingga di antara mereka ada yang meminta bantuan kepada para malaikat untuk mengatasi problema kehidupan yang datang silih berganti tak kunjung selesai. Bahkan sebagian manusia ada yang menjadikan malaikat sebagai Tuhan yang mereka sembah. Maka dari itu Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya untuk tidak terjerumus dalam kesyirikan, “Dan dia (Nabi) tidak menyuruhmu menjadikan Malaikat dan para Nabi sebagai tuhan. Apakah patut ia menyuruhmu kepada kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam ?” (QS. Ali ‘Imran : 80).
Pemahaman yang salah dan menyimpang akibat kurangnya ilmu syari’at, serta minimnya mereka menelaah dalil yang menjelaskan seputar kehidupan malaikat. Atau kecintaan mereka kepada para malaikat yang berlebihan. Akhirnya mereka mudah ditipu oleh jin dan syetan yang datang mengaku sebagai malaikat.
Sehingga di antara manusia dewasa ini ada yang mengaku telah didatangi malaikat Jibril dan mendapatkan wahyu darinya. Karena kedatangannya sudah berulang kali, dan nasehat yang diterimanya menurutnya adalah baik. Maka dengan tidak canggung lagi dia mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi baru. Atau sepak terjangnya sudah didasarkan lagi pada ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadist, karena dia merasa sudah mempunyai ajaran lain yang diterima secara langsung dari malaikat Jibril.
Dan juga orang yang berusaha untuk memperdalam ilmu hikmah serta mengasah kemampuan spiritualnya dengan cara yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Saat menjalani “olah spiritual” itu dia didatangi oleh sosok yang mengaku sebagai malaikat utusan Allah untuk menyampaikan benda pusaka atau ilmu kekebalan yang tidak dimiliki manusia kebanyakan. Mereka percaya itu merupakan ‘wahyu’ berasal dari ‘malaikat’ tersebut, tanpa guru lagi mereka mengamalkannya dan meninggalkan ajaran Rasulullah. Bahkan ada juga manusia yang senang menjalani ibadah kepada Allah, lalu datanglah ‘khodam malaikat’ menghampirinya lalu memberikan ritual atau wirid tambahan, yang bisa menjadikan orang itu hebat punya berbagai ilmu kesaktian bahkan seolah-olah menyamai mukjizat para Rasul. Akhirnya dia pun mengamalkan ‘wahyu tambahan’ tersebut sambil mengamalkan ibadah-ibadah lainnya.
Padahal itu ulah jin dan syetan untuk menyesatkan hamba-hamba Allah yang masih lemah akidahnya, atau untuk menguji mereka kepada Allah, kalau iman mereka lemah, pasti dengan mudah mereka akan datang sebagai sosok Khodam Malaikat tersebut. Akhirnya mereka terperosok dalam amalan yang mengandung bid’ah dan syirik. Dengan begitu berarti mereka menyembah jin-jin yang bersosok malaikat tersebut (yang mereka percayai sebagai khodam suatu azimat tertentu, atau bahkan khodam mantra-mantra ilmu kesaktian). Tapi kalau iman orang tersebut kuat, mereka tidak akan terpengaruh dengan “datangnya” malaikat-malaikat gadungan tersebut. Mereka akan tetap tekun beribadah kepada Allah sesuai tuntunan Rasulullah.
Sebetulnya kita sudah diingatkan oleh Al-Qur’an agar waspada terhadap tipu muslihat syetan yang bermodus sosok khodam malaikat. Pada hari kebangkitan nanti Allah bertanya kepada para malaikat-Nya tentang pebuatan orang-orang yang musyrik, “Dan ingatlah (pada waktu) Allah mengumpulkan mereka berfirman kepada para malaikat : ‘Apakah mereka itu dahulunya menyembah kamu ? Para malaikat menjawab : ‘Maha suci Engkau, Engkaulah Pelindung kami bukan mereka, justru mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman jin itu”. (QS. Saba’: 34).
Oleh sebab itu, kita harus waspada terhadap kehadiran makhluk ghaib dalam kehidupan ini, baik yang hadir di alam mimpi atau di alam nyata. Yang terang-terangan mengaku sebagai jin muslim atau mengaku sebagai Malaikat. Kita sudah tidak butuh pentunjuk-petunjuk mereka yang sering disebut dengan ‘wangsit’. Cukup bagi kita petunjuk Allah dan Rasul-Nya, agar tidak tersesat di dunia maupun di Akhirat. Jangan terpedaya oleh tipu daya syetan yang mengaku Malaikat.
Tidaklah setiap orang dari kalian kecuali telah diberitakan kepadanya qarin dari jin dan qarin dari malaikat.’ Para sahabat bertanya,’dan untukmu wahai Rasulullah? ’Rasulullah menjawab, ` Untukku juga, hanya saja Allah telah menolongku, sehingga qarinku masuk islam, dan tidak menyuruhku kecuali pada kebaikan’.“ (HR.Muslim)Seorang ulama tersohor yang bernama DR.Umar Sulaiman al-Asyqar berkata, “Yang dimaksud dengan qarin malaikat pada hadist ini bukanlah malaikat yang bertugas menjaga dan mencatat amal manusia. Allah menugasi qarin malaikat ini untuk mengarahkannya kepada petunjuk kebaikan. Qarin manusia yang dari malaikat memotifasi dan mengarahkannya kepada kebaikan, sedangkan qarin jin memprovokasi dan menggiringnya kepada keburukan.“
Qarin atau partner yang selalu menyertai manusia mengemban tugas khusus dari Allah , sebagaimana ditegaskan Rasulullah dalam riwayat lain, “Sesungguhnya syetan itu punya bisikan untuk anak Adam sebagaimana malaikat juga punya bisikan. Adapun bisikan syetan adalah mengajak kepada keburukan dan mendustakan yang haq (benar). Sedangkan bisikan malaikat adalah mengajak kepada kebaikan dan membenarkan yang haq. Barang siapa yang mendapati dalam dirinya ajakan kebaikan, maka ketahuilah bahwa itu datangnya dari Allah, hendaklah ia memuji Allah (baca Alhamdulillah). Tapi kalau dia mendapati yang lain (ajakan keburukan), maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan syetan yang terkutuk (baca Isti’adzah). Lalu beliau membaca ayat 268 dari surat al-Baqarah,“Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan(kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan dari pada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) dan Maha Mengetahui.“ (HR.Tirmidzi dan Nasa’i dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya).
Qarin malaikat dan qarin jin senantiasa berkompetisi untuk mempengaruhi anak manusia. Keduanya, satu dengan lainnya tidak mau ketinggalan atau kedahuluan. Keduanya akan hadir saat manusia hendak tidur di pembaringannya. Qarin malaikat menginginkan manusia menutup aktifitas kesehariannya dengan kebaikan, sedangkan qarin syetan menginginkan penutup yang buruk. Begitu juga ketika manusia bangun dari tidurnya. Qarin dari malaikat mengajak manusia membuka dengan kebaikan, sedangkan qarin jin mengajaknya untuk membuka dengan keburukan.
Rasulullah bersabda menjelaskan kompetisi itu dalam hadist yang berasal dari Jabir bin Abdullah, “Apabila manusia berbaring di pembaringannya (akan tidur), malaikat dan syetan segera menghampirinya. Malaikat membisikkan, “Akhiri dengan kebaikan”, sedangkan syetan membisikan, “Akhiri dengan keburukan”. Apabila ia menyebut nama Allah sampai tertidur, maka malaikat mengusir syetan. Dan syetan akan bermalam seraya menyesali kekalahannya.“ (HR. Ibnu Hibban, Hakim dan dishahihkan oleh adz-Dzahabi). Fenomena kompetisi itu akan terulang lagi saat manusia terbangun dari tidurnya. Maka dari itu jangan lupa untuk selalu berdo’a di saat hendak tidur dan juga saat terbangun dari tidur.
Dengan demikian, apabila ada orang yang melakukan ritual yang aneh-aneh atau menyimpang (amalan thariqah untuk membuat malaikat jadi khadam manusia) yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah, lalu datang sosok ghaib menghampirinya atau merasuk ke dalam dirinya, bisa dipatikan bahwa sosok itu bukanlah malaikat. Kalau bukan malaikat, berarti jin atau syetan. Walaupun ia melihat sosok datang itu berpakaian serba putih-putih, berjubah panjang atau bersorban rapi. Karena jin bisa menyerupai sosok siapa saja, bahkan para Nabi dan wali kecuali sosok Rasulullah yang setan tidak dapat menyerupainya.
Ada suatu kasus di mana peruqyah syar’iyyah yang menerapi seorang pasien. Sebelum dilakukan terapi, pasien itu bercerita kalau dirinya pernah riyadhoh mengamalkan amalan yang berasal dari kyai yang mempunyai pesantren. Apabila amalan itu diamalkan, maka akan ada malaikat yang datang dan bersedia untuk menjadi khadamnya. Amalan itu adalah membaca surat Al-Jin setiap habis shalat lima waktu selama 3 bulan berturut-turut. Sewaktu terapi dimulai dengan membaca surat al-Fatihah, pasien tersebut langsung menjerit kesakitan dan mengaku sebagai malaikat Jibril. Sang Ustadz menyanggahnya bahwa dia bukan malaikat Jibril, tapi jin dzalim. Ketika dibacakan surat Ash-Shaffaat, jeritannya lebih kencang. Sampai akhirnya ia minta ampun atas kebohongannya. Lalu ia mengaku sebagai seorang kyai yang sudah lama meninggal. Ustadz pun menyanggahnya, ”Kamu pembohong besar”, lalu Ustadz tersebut melantunkan empat ayat terakhir surat Al-Hasyr. Jin itu teriak-teriak kesakitan, lalu dia mengaku jin yang datang saat pasien mengamalkan amalan, dan ia juga berjanji untuk segera keluar. Dan si pasien pun siuman kembali, Alhamdulillah.
Kasus lainnya, Al Hafidz Ustadz Hafi Suyanto. Lc ( Pengajar Ma’had Darul Fatah Lampung) pada masa mudanya masih nyantri menimba ilmu di salah satu pesantren di Jawa Timur dan belum banyak belajar, diajari oleh salah seorang Kyai untuk membaca dua kalimat syahadat satu nafas. Setelah itu menunggu sejenak dengan konsentrasi, maka beberapa saat akan datang khodam yang akan membantu masalah hidup. Di lain kesempatan, Al Hafidz Ustadz Hafi Suyanto. Lc juga diajari bertemu dengan makhluk ghaib dengan cara melafadzkan beberapa mantra. Ada yang berbahasa Arab dan ada yang berbahasa Jawa. Amalan itu harus dibaca di atas jam 12 malam dan di tempat yang sepi serta tidak beratap (tempat terbuka). Al Hafidz Ustadz Hafi Suyanto. Lc waktu itu (semasa masih nyantri) memilih tanah kuburan. Na’udzubillah. Semoga Allah mengampuni.
Ada juga yang beranggapan bahwa dengan amalam tertentu murni menggunakan bacaan dari Al-Qur’an, malaikat yang dijadikan Allah sebagai qarin manusia atau malaikat penjaga Al-Qur’an bisa dijadikan khadam atau pelayan pribadi. Itulah anggapan salah yang banyak diyakini oleh masyarakat. (Dan sudah menjadi keyakinan di kalangan masyarakat tertentu, bahwa setiap huruf dalam Al-Qur’an ada khodamnya.Semua ayat Al-Qur’an jika diringkas, maka isinya terangkum dalam lafadz basmallah. Dan inti basmallah terletak pada huruf ba’ di awal !!!) Dan itulah argumentasi naif yang sering dipakai oleh orang yang mengaku sakti, dan ia mengklaim kesaktiannya itu berasal dari khadam malaikat bukan jin. Lalu ia membagikannya ke orang lain dengan memasang tarif atau maskawin. Atau ia berusaha mewariskan kesaktiannya kepada siapa saja yang ingin berguru kepadanya atau menjadi muridnya. Karena ia mengklaim bahwa khadamnya malaikat, maka banyak orang yang tidak ragu lagi untuk memiliki, mempelajari dan mewarisi ilmu tersebut.
Bahkan khasiat yang ditawarkan pun beragam, ada yang dikatakan sebagai khadam penarik dana ghaib, pelindung dan perisai diri dari kejahatan, penolak bencana, membentengi diri dari kejahatan, penolak bencana, membentengi diri dari gangguan sihir dan jin. Mengobati berbagai macam penyakit, memudahkan jodoh, menjadikan kulit kebal senjata tajam, dan lain sebagainya.
Tahun 2004, Al Hafidz Ustadz Hafi Suyanto. Lc meruqyah seorang pasien yang galau dan pikirannya selalu kacau. Ketika beberapa saat dibacakan Al-Qur’an ia berontak, lalu terjadilah dialog dengan orang itu yang mengaku sebagai Tuhan. Sambil bercanda, penulis mendakwahinya. Setelah pasien sadar, ia bercerita tentang masa lalunya yang banyak bergaul dengan klenik dan amalan-amalan bid’ah.
Ada juga pasien yang diruqyah dan ternyata pesien itu menyukai gambar-gambar macan, mantra-mantra dari orang yang dianggap beragama di desanya. Dalam keseharian, ia merasakan keanehan. Setiap hari ia bisa menghabiskan waktu dari siang hingga tengah malam selalu melihat TV tanpa lelah. Dan masih banyak lagi pasien-pasien yang menjadi korban khodam yang diyakini sebagai khodam malaikat. Maka cukuplah mereka itu semua sebagai pelajaran berharga bagi kita.
Sekali lagi kami tegaskan di sini, bahwa malaikat itu adalah tentara Allah yang hanya tunduk kepada Allah. Ia sangat disiplin untuk menunaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.“ (QS.at-Tahrim : 6).
Perhatikan ayat yang artinya, “Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Kalau begitu siapa lagi yang datang ke orang yang melakukan ritual menyimpang, kalau bukan jin jahat atau syetan laknat. Karena qarin manusia yang berasal dari malaikat punya tugas khusus, tidak bisa seenaknya disuruh-suruh dan ia bukanlah khadam manusia
Khadam artinya pelayan, jongos, orang yang disuruh-suruh. Manusia adalah makhluk yang lemah, kekuatannya terbatas tapi keinginan dan kebutuhannya tiada batas. Untuk memenuhi kebutuhannya yang banyak itu, biasanya manusia melibatkan orang lain. Kalau dalam urusan rumah tangga ia minta bantuan pada orang lain yang disebut dengan pembantu. Untuk menghandel pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, ia butuh seorang asisten atau ajudan. Dan masih banyak lagi fenomena adanya manusia yang membantu sesama manusia lainnya.Tapi, terkadang mendengar berita bahwa pelayan yang dimiliki manusia tidak hanya terdiri dari manusia, ada orang yang mengaku bahwa ia punya pembantu dari makhluk lain. Mereka sering menyebut pelayan yang tidak tampak mata itu dengan istilah Khadam. Ada yang mengaku punya khadam jin, dan ada juga yang mengaku punya khadam malaikat yang didapat dari hasil riyadhoh yang berat.
Benarkah malaikat bisa dijadikan khadam seorang manusia, yang bisa ia suruh-suruh kapan saja? Bisa ia setir sesuai kebutuhan dan kehendaknya, seperti pembantu manusia yang ada dirumahnya? Ataukah itu hanya klaim mereka saja? Atau khadam yang mereka klaim sebagai malaikat bukanlah malaikat, tapi hanyalah jin dan syetan yang memperdayainya serta berusaha menyesatkannya? Baca terus kajian ini, dan temukan jawabannya.
Malaikat itu Tentara Allah, Bukan Khadam Manusia
Dewasa ini banyak media cetak yang menawarkan iklan kepada pembacanya, terutama media yang bernafaskan mistik. Iklan yang ditawarkan bukan sembarang iklan, tetapi iklan yang menawarkan kepada pembaca untuk bisa memiliki pembantu atau pelayan. Pelayan yang ditawarkan pun bukan sembarang pelayan, tapi pelayan dari jenis makhluk ghaib, yaitu jin atau malaikat. Sebagian orang telah memahami bahwa bersekutu dengan jin atau syetan hukumnya haram, maka mereka takut dan tidak mau mengambil resiko. Tapi jika dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan khadam itu bukan jin melainkan malaikat, maka banyak orang tergiur dengan iklan provokatif itu. Karena menurut pemahaman mereka malaikat adalah makhluk yang identik dengan kebaikan dan jauh dari kekhufuran. Akhirnya merekapun berusaha untuk bisa memiliki khadam yang diklaim sebagai malaikat tersebut, walaupun harus merogoh kocek yang lumayan besar.
Di antara iklan-iklan provokasi kreatif tersebut adalah Batu Raja Sulaiman. Menurut si empunya salah satu khasiat dari batu tersebut adalah untuk menjadikan tubuh kebal senjata tajam , dan juga untuk melancarkan usaha serta menagih hutang dengan khadam malaikat. Harga batu yang ditawarkan pun variatif, ada yang berharga Rp 1.000.000, dan ada yang bernilai Rp. 2.000.000, dan ada pula yang seharga Rp 3.000.000. Bahkan di sebuah propinsi di Sumatera ada pasien yang harus membeli baju “anti senjata” dengan uang 10 juta. Siapa yang diuntungkan ?? Tidak lain adalah “kyai” itu sendiri.
Ada juga iklan yang menawarkan Aji Malaikat Muqqarabin yang diyakini bisa menjadikan pemiliknya kebal senjata, berwibawa, tidak mempan disantet, selalu selamat dan beruntung. Harga yang ditawarkan lebih murah dari iklan sebelumnya, yaitu Rp 295.000.
Ada juga yang tidak berani terus terang bahwa yang ditawarkan itu adalah khadam malaikat. Hanya saja dia mengiklankan khadam pendamping untuk membantu segala keperluan atau masalah. Khadam dihadirkan dari dalam tubuh sendiri, tanpa puasa, sesajen, tumbal atau perjanjian. Bukan setan, jin kafir atau black magic. Untuk semua agama dan calon pemilik harus datang langsung, hanya untuk kebaikan! Itulah sebagian dari iklan-iklan yang bertebaran di tengah masyarakat.
Selain itu ada juga pesantran-pesantren yang mengajarkan cara-cara untuk bisa mendapatkan khadam dari malaikat dengan mengamalkan suatu amalan thariqat secara khusus seperti membaca wirid-wirid khusus (Seperti Doa Nurun Nubuwwah) yang dibaca selama beberapa waktu juga disertai dengan puasa sekian hari dan setelah amalannya lengkap baru didatangi khadam malaikat yang bisa untuk dimintai suatu pertolongan atau suatu keperluan tertentu. Buku Al-Aufaq dan Syamsul ma’arif adalah buku “wajib” para santri.
Benarkah manusia bisa menjadikan malaikat sebagai khadam atau pelayan yang bisa disuruh kapan saja dan untuk apa saja ? Apakah manusia bisa menculik malaikat lalu dijadikan sandra yang bisa diperintah dan dijadikan budak ? Atau ritual-ritual yang dilakukan oleh manusia bisa mendatangkan malaikat, lalu malaikat itu berkhidmah kepadanya serta melayani setiap keperluannya ? Melindungi majikannya kala terancam bahaya, atau membuatnya sakti kebal senjata serta mempermudah segala urusannya ? Marilah kita mencari jawabannya dalam syari’at Islam.
Siapakah malaikat itu ? Menurut kamus besar bahasa Indonesia, malaikat adalah makhluk Allah SWT yang taat, diciptakan dari cahaya, mempunyai tugas khusus dari Allah SWT. (Kamus besar bahasa Indonesia: 705). Sedangkan DR.’Umar Sulaiman al-Asyqar mendefinisikan malaikat sebagai makhluk Allah SWT yang bukan termasuk komunitas manusia atau jin. Mereka adalah makhluk yang mulia, sarat dengan kesucian, kebersihan dan kecemerlangan. Mereka makhluk yang bertaqwa, senantiasa menyembah Allah SWT dengan sebaik-baik penyembahan. Mereka selalu melaksanakan semua perintah yang dibebankan Allah kepadanya, dan tidak akan bermaksiat kepada Allah SWT selamanya.[3]
Rasulullah SAW bersabda,“ Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah dijelaskan kepada kalian (tanah)”. (HR.Muslim).
Malaikat-malaikat itu adalah tentara-tentara Allah SWT sebagaimana yang diungkapkan Al-Qur’an,“ Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri“. (QS.al-Mutaddatsir: 31). Hanya Allah SWT yang mengendalikan mereka. Tak seorangpun manusia, termasuk para Nabi dan Rasul yang bisa memerintah atau melarang malaikat. Allah SWT berfirman,“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.“ (QS.al-Qadr: 4). Malaikat tidak turun ke bumi kecuali dengan perintah Allah, bukan perintah manusia. Malaikat Jibril mengakui sendiri bahwa ia tidaklah turun kecuali atas perintah Allah SWT. Ia berkata, ”Dan tidaklah kami turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu.” (QS.Maryam: 64).
Mereka diciptakan oleh Allah SWT dan masing-masing mengemban tugas khusus dari-Nya. Ada yang tugasnya tidak berhubungan sama sekali dengan manusia. Seperti malaikat yang ditugaskan untuk menyangga ‘Arsy, “Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (QS al-Haqqah: 17).
Ada juga yang tugasnya menjaga gunung, sebagaimana diceritakan Rasulullah SAW saat kaumnya yang tidak merespon seruan Rasulullah, ”Malaikat gunung mendatangiku dengan mengucapkan salam, lalu dia berkata: “Wahai Muhammad ! Sesungguhnya Allah SWT telah mendengar apa yang dikatakan kaummu kepadamu, saya malaikat gunung. Dan Tuhanmu (Allah SWT) telah mengutusku untuk mendatangimu, agar aku mengikuti apa yang kamu perintahkan, apa yang kamu inginkan. Kalau kamu mau, aku akan melemparkan dua gunung Mekkah kepada mereka.” Rasulullah SAW menjawab, “Tidak, yang aku inginkan semoga Allah SWT mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah SWT semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Ada juga malaikat yang ditugasi dengan tugas yang berhubungan dengan manusia secara langsung. Seperti mencatat amal manusia yang baik dan yang buruk,“Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS.Qaaf:18). Atau memohon ampunan untuk orang mukmin, “malaikat-malaikat yang memikul ’Arsy dan malaikat yang berada disekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman…“(QS. Al-Mukmin: 7). Menyampaikan salam orang mukmin ke Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah SWT mempunyai malaikat-malaikat yang menelusuri bumi untuk menyampaikan salam umatku kepadaku.“ (HR.Nasa’i, Hakim dan dishahihkan oleh Al-Abani dan Adz-Dzahabi). Sebagaimana ada juga malaikat yang ditugaskan untuk menjaga manusia, “Dan Dialah yang mempunyai kekuatan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga…“ (QS. Al-An’am: 61).
Berdasarkan ayat tersebut, memang ada malaikat yang ditugaskan Allah SWT untuk menjaga manusia, tapi bukan menjadi khadam atau pelayannya. Yang memerintahkan mereka adalah Allah SWT, bukan manusia. Allah SWT berfirman, “Bagi manusia ada Mu’aqqibatun (malaikat-malaikat) yang selalu mengikutinya bergiliran, mereka menjaganya atas perintah Allah SWT.“ (QS.ar-Ra’d: 11).
Ibnu Abbas berkata, “Yang dimaksud dengan Mu’aqqibatun dalam ayat tersebut adalah malaikat-malaikat yang ditugaskan Allah untuk menjaga manusia didepan dan di belakangnya. Apabila ada sesuatu yang telah ditakdirkan Allah untuk menimpanya, maka para malaikat itu meninggalkannya,“
Bahkan Mujahid (murid Ibnu Abbas) berkata,“ Tidaklah seorang hamba kecuali baginya malaikat yang ditugaskan untuk menjaganya di saat tidur atau terjaga, menjaganya dari gangguan jin, sesama manusia dan binatang buas. Dan tidaklah sesuatu yang akan menimpa hamba tersebut kecuali malaikat tersebut mengingatkannya, kecuali kalau sesuatu itu telah ditaqdirkan Allah SWT untuk menimpanya.“
DR. Wahbah az-Zuhali berkata, “ Ada dua malaikat yang menjaga manusia di depan dan di belakangnya. Dan ada juga dua malaikat lain yang ditugaskan Allah untuk mencatat amal baik dan buruk manusia yang berada di samping kanan dan kirinya. Allah berfirman,“ (yaitu) ketika dua malaikat mencatat perbuatannya, seseorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.“ (QS.Qaaf:17 – 18).
Berarti bagi setiap manusia empat malaikat di waktu siang dan empat malaikat di waktu malam, mereka bergiliran. Dua bertugas untuk menjaganya dan dua mencatat amalnya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah, “para malaikat bergantian mengiringi kalian di malam hari dan di siang hari. Mereka berkumpul di waktu shalat shubuh dan shalat ashar. Maka ketika (malaikat) yang berjaga di malam hari naik, Allah akan menanyai mereka (padahal Allah lebih tahu dari mereka),“ bagaimana kalian meninggalkan hamba-hambaku?“ mereka menjawab,“sewaktu kami datang, mereka lagi shalat. Dan sewaktu kami tinggalkan, mereka juga lagi shalat,“ (HR. Bukhari). Dan di riwayat lain rasulullah bersabda, “Sesungguhnya ada (malaikat) yang tidak meninggalkan kalian kecuali saat di toilet dan ketika bersetubuh (dengan istri atau suami), maka malulah terhadap mereka dan hormatilah mereka“
Memang ada malaikat yang selalu menyertai kita, dan yang mengendalikan mereka adalah Allah. Mereka bertugas atas perintah Allah Swt, bukan perintah manusia. Kalau manusia ingin supaya mereka terus melindunginya serta membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, hendaklah memohon kepada Allah SWT. Dan cara memohon harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Kalau tidak sesuai, syetan akan bermain. Bukan malaikat yang turun, tapi malah jin atau syetan yang datang. Malaikat adalah tentara Allah bukan Khadam manusia!