Hakekat Amalan Johiriyah dan Batiniyah

AMALAN LAHIR DAN AMALAN BATIN

SYARIAT ialah amalan-amalan lahir yang diperintahkan kepada umat Islam baik wajib maupun sunat. Dan apa saja yang dilarang baik yang haram atau makruh termasuk juga amalan-amalan yang kedudukannya mubah.

Syariat lahir terbagi dua :

1. Hablumminallah
2. Hablumminannas

Hablumminallah ialah amalan-amalan yang termasuk persoalan ibadah. Contohnya solat, puasa, zakat, haji, baca Al Quran, doa, zikir, tahlil, selawat dan lain-lain.

Hablumminannas ialah amalan-amalan lahir kita yang termasuk dalam bidang-bidang muamalat (kerja-kerja yang ada hubungannya dengan masyarakat), munakahat (persoalan kekeluargaan) dan jenayah serta tarbiah Islamiah, soal-soal siasah, fisabilillah, jihad dan persoalan alam beserta isinya.

Sedangkan HAKIKAT ialah amalan batin yang diperintahkan ataupun yang dilarang oleh Allah SWT kepada umat Islam. Amalan yang diperintahkan, dikenal sebagai sifat mahmudah (sifat-sifat terpuji) dan yang dilarang ialah sifat mazmumah (sifat-sifat terkeji).
Hakikat juga terbagi dua :

1. Berakhlak dengan Allah
2. Berakhlak dengan manusia

Bentuk-bentuk akhlak dengan Allah di antaranya ialah :

Mengenal Allah dengan yakin
Merasakan kehebatan Allah
Merasa gentar dengan Neraka Allah
Merasa senantiasa diawasi oleh Allah
Merasa hina diri dan malu dengan Allah
Merasa redha terhadap setiap takdir dan ketentuan Allah SWT
Sabar dengan berbagai ujian Allah
Mensyukuri nikmat-nikmat pemberian Allah
Mencintai Allah
Merasa takut pada Allah atas kelalaian dan dosa-dosa
Tawakal kepada Allah
Merasa harap pada rahmat Allah
Rindu pada Allah
Senantiasa mengingat Allah
Rindu pada syurga Allah karena ingin bertemu dengan-Nya
Bentuk-bentuk akhlak kepada manusia :
Mengasihinya sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri
Merasa gembira di atas kegembiraannya dan turut berdukacita karena kedukacitaannya
Menginginkan kebahagiaan untuknya di samping berharap agar musibah menjauhinya
Benci pada kejahatannya tetapi kasihan pada dirinya hingga timbul perasaan untuk menasehatinya
Pemurah padanya
Bertenggang rasa dengannya
Mengenang jasanya dan berusaha membalasnya karena Allah

Memaafkan kesalahannya dan sanggup meminta maaf atas kesalahan padanya
Kebaikannya disanjung dan diikuti, kejahatannya dinasehati dan dirahasiakan.

Lapang dada berhadapan dengan macam-macam manusia, Bersikap baik sangka kepada sesama orang Islam. Tawadhuk dengan sesama manusia.

Keduanya, syariat dan hakikat adalah perkara yang sangat penting untuk membentuk pribadi yang benar-benar bertakwa dan terlepas dari sifat-sifat munafik.

Kita wajib mengamalkan keduanya secara serentak dan seiring. Namun mesti diakui bahwa tidak mudah bagi kita untuk mengamalkannya.

Allah SWT menjelaskan hal itu dengan firman-Nya dalam surah Al Baqarah :
Terjemahannya :

"Mintalah bantuan dalam urusanmu dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu adalah sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa kepada-Nya lah mereka akan kembali." (Al Baqarah : 45)

Allah SWT mengatakan untuk menjadi orang yang sabar itu susah dan untuk menjadi orang-orang yang tetap mengerjakan shalat itu juga susah. Maknanya amalan lahir dan batin itu memang susah untuk diamalkan. Tetapi hal itu menjadi mudah bila kita dapat memiliki sesuatu yang lebih penting dari keduanya yaitu rasa khusyuk dengan Allah (rasa diawasi Allah setiap masa), yakni yakin dengan pertemuan dan pengembalian diri ke hadirat Allah SWT di akhirat nanti.

Dari situ kita akan faham bahwa di antara amalan lahir dan batin, yang mesti diberatkan dan didahulukan pada diri kita ialah amalan batin. Kita berusaha dulu mendapatkan rasa khusyuk atau yakin akan kewujudan Allah serta pertemuan kembali kita dengan-Nya di satu hari nanti, barulah kita akan memiliki kekuatan untuk mengamalkan syariat dan hakikat.

Tanpa rasa khusyuk itu, kita tidak akan dapat mengalahkan hawa nafsu dan syaitan yang senantiasa bersungguh-sungguh mengajak kita mendurhakai Allah.
Itulah panduan kita untuk memperjuangkan Islam dalam diri kita. Yang mesti didahulukan ialah berusaha supaya hati kita berubah, dari hati yang tidak kenal Allah kepada hati yang khusyuk dan cinta kepada Allah. Dari hati yang lalai kepada hati yang senantiasa mengingat Allah.
Bila hati sudah cinta pada Allah, kita akan merasa ringan dalam menerima dan mengamalkan syariat Allah lahir dan batin.

BUKTI-BUKTI SUSAHNYA MENGAMALKAN AMALAN BATIN

MENGAMALKAN syariat lahir adalah hal yang sulit. Buktinya lihat saja umat Islam hari ini tidak sedikit yang tidak shalat, tidak puasa, tidak membayar zakat, tidak dapat membaca Al Quran, tidak belajar agama, tidak menutup aurat, melakukan pergaulan bebas, ikut sistem riba, berzina, minum minuman keras, menipu, mengadu domba, fitnah-memfitnah dan macam-macam perbuatan yang semuanya sangat bertentangan dengan syariat.

Umat Islam hari ini, yang bangga dengan keIslaman mereka adalah umat Islam yang gagal menegakkan syiar Islam dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat mereka. Bukannya mereka tidak tahu apa itu syariat Islam yang diperintahkan pada mereka, tetapi mereka tidak mampu melaksanakannya. Mereka lemah untuk melawan tuntutan hawa nafsu dan syaitan yang kuat menarik kepada jalan-jalan kejahatan dan kerusakan.

Begitulah susahnya untuk mengamalkan syariat Islam dan itu menjadi masalah besar yang dihadapi oleh mayoritas umat Islam hari ini.
Namun, mengamalkan syariat batin jauh lebih susah daripada syariat lahir. Sebab amalan batin merupakan ilmu rasa (zauk) dan bukan ilmu kata, bukan sebutan dan teori tetapi merupakan rasa hati. Bukan saja orang yang lemah syariatnya tidak dapat melaksanakan syariat batin bahkan orang yang syariat lahirnya sudah kuat dan bagus masih belum dapat merasakan dan menghayatinya.

Buktinya dapat kita rasakan sendiri. Meskipun sedikit banyak kita sudah melakukan syariat lahir seperti shalat fardhu, shalat sunat, puasa, zakat, haji, berjuang dan berjihad, belajar ilmu-ilmu agama bahkan mengajar orang lain menutup aurat, berdakwah dan lain-lain, tetapi kita masih lalai dari mengingat Allah dan tidak cinta pada-Nya, tidak ada rasa takut dengan kehebatan Allah serta hina diri dengan Allah. Tidak sabar berhadapan dengan ujian, tidak merasakan kuasa itu di tangan Allah, tidak merasa diri berdosa. Masih suka mengumpat, hasad dengki, cinta dunia, tidak ada rasa belas kasihan, tidak berlapang dada bila berhadapan dengan manusia yang beraneka ragam, sombong, pemarah, pendendam, jahat sangka, serakah, keras kepala, keluh kesah, putus asa, tidak redha dengan takdir, tidak bimbang dengan hari hisab, tidak takut Neraka, tidak rasa rindu dengan Syurga yang penuh kenikmatan.

Kita menganggap kehebatan kita yang membuat diri kita mencapai kejayaan. Kita tidak merasakan bahwa kapan saja Allah bisa datangkan bencana dan mematikan kita. Karena merasa hebat maka kita membuat hutang, gila pangkat, membuat macam-macam rencana, tidak merasa kelemahan diri, tidak senang dengan kata nista orang, tidak senang dengan kelebihan orang yang menandingi kita, rasa menderita dengan kemiskinan, masih benci dengan orang yang tidak beramal (bukan rasa kasihan), masih merasa lebih bila berhadapan dengan orang yang tidak beramal, masih rasa terhina untuk menerima kebenaran dari orang lain, masih berat untuk mengakui kesalahan walaupun sadar kita sudah bersalah.

Jiwa merasa menderita bila dicaci, merasa tenang dan senang hati bila disanjung, merasa bangga bila mendapat nikmat, merasa mau hidup lebih lama lagi dan merasa menderita bila miskin dan papa. Merasa bangga dengan kelebihan diri, merasa terhina dengan kekurangan, tidak pernah puas (cukup) dengan apa yang ada, tidak merasa berdosa (bersalah), tidak merasa dunia kecil dan hina, tidak merasa akhirat besar, tidak menderita bila berbuat dosa atau kesalahan tetapi menderita bila harta dan jabatannya hilang.

Mereka yang bagus dan kuat syariat lahirnya pun masih belum dapat melaksanakan amalan batin (syariat batin) secara istiqamah dan sungguh-sungguh, apalagi yang amalan lahirnya diabaikan sama sekali. Lebih susah bagi mereka mendapatkan amalan batin.

Kalau diumpamakan syariat itu pohon, maka amalan batin adalah buahnya. Orang yang sudah memiliki pohon pun belum tentu memperoleh buahnya (dan kalaupun dapat buah belum tentu enak rasa buahnya), apalagi orang yang tidak menanam pohon sama sekali.

Begitulah perbandingannya orang yang tidak bersyariat. Susah sekali baginya untuk merasakan hakikat. Kalau secara lahir dia tidak dapat tunduk pada Allah, tentu batinnya lebih susah untuk diserahkan pada Allah.


Di antara tanda susahnya mendapat hakikat (amalan batin) ialah:

  1. Ketika kita shalat, secara lahir kita berdiri, rukuk dan sujud dengan mulut memuji dan berdoa pada Allah, tetapi kemanakah hati kita (ingatan dan fikiran)? Apakah juga menghadap Allah, khusyuk dan tawadhuk serta rasa rendah dan hina diri dengan penuh pengabdian dan harapan serta malu dan takut kepada Allah SWT? Ataukah hati terbang menerawang ke mana-mana, tidak menghiraukan Allah Yang Maha Perkasa yang sedang disembah?
  2. Begitu juga ketika sedang membaca Al Quran, bertahlil, zikir dan wirid, berselawat dan bertakbir, bertasbih dan bertahmid. Adakah ruh kita turut menghayatinya? Atau waktu itu ruh sedang merasakan satu perasaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan amalan lahir yang sedang dilakukan?
  3. Pernahkah kita merasa indah bila sendirian di tempat sunyi karena mengingat Allah dan menumpukan perhatian sepenuhnya pada-Nya, merasa rendah dan hina diri, menyesali dosa dan kelalaian, mengingati-Nya sambil berniat dengan sungguh-sungguh untuk memperbanyak amal bakti pada-Nya?
  4. Kalau ada orang Islam yang sakit menderita atau miskin, adakah hati kita merasa belas kasihan untuk membantu atau menolong mendoakan dari jauh agar dia selamat?
  5. Pernahkah pula kita menghitung dosa-dosa lahir dan batin sambil menangis karena istighfar kita terlalu sedikit dibandingkan dengan dosa kita yang menyebabkan kita nanti jadi bahan bakar api neraka?
  6. Selalukah hati kita senantiasa ingat pada mati yang bisa saja mendatangi kita sebentar lagi, karena memang Tuhan dapat berbuat begitu. Kalau pun kita belum dimatikan, artinya Tuhan menginginkan kita mencoba lagi untuk mencari jalan mendekatkan diri pada-Nya?
  7. Pernahkah kita menghitung berapa banyak harta kita, uang kita, rumah kita, kendaraan kita, perabotan kita, pakaian kita, sepatu kita, makanan kita dan simpanan kita yang lebih dari keperluan kita walaupun diperoleh dengan cara yang halal? Semua itu akan diperkirakan, dihisab dan ditanya, dicerca dan dihina oleh Allah di padang mahsyar nanti karena kita membesarkan dunia dan mengecilkan akhirat.
  8. Pernahkah kita renungkan orang-orang yang pernah kita perlakukan secara kasar, kita umpat, kita tipu, kita fitnah, kita hina dan kita aniaya. Baik mereka itu adalah suami kita, isteri kita, ibu bapak kita, kaum kerabat kita, sahabat kita, tetangga kita atau siapa saja. Sudahkah kita meminta maaf dan membersihkan dosa dengan manusia di dunia tanpa menunggu tibanya hari yang dahsyat (hari kiamat)?
  9. Apabila Allah memberikan rasa sakit pada kita atau pada orang lain yang kita kasihi (apa pun jenis penyakit itu), dapatkah kita tenangkan hati dengan rasa kesabaran dan kesadaran bahwa sakit adalah kifarah (pengampunan) dosa atau sebagai peningkatan derajat dan pangkat di sisi Allah SWT?
  10. Ketika menerima takdir atau rezeki yang tidak sesuai dengan kehendak kita, dapatkah kita merasa redha, karena itulah satu pemberian Allah yang sesuai untuk kita.
  11. Di saat sesuatu yang kita inginkan dan cita-citakan tidak kita peroleh, dapatkah kita tenangkan perasaan kita dengan rasa insaf akan kelemahan dan kekurangan diri sebagai hamba Allah yang hina dina, yang menggantungkan hidup mati dan rezeki sepenuhnya pada Allah?
  12. Di waktu mendapat nikmat, terasakah di hati bahwa itu adalah sebagai pemberian Allah lalu timbul rasa terima kasih (syukur) pada Allah dan rasa takut kalau-kalau nikmat itu tidak dapat digunakan karena Allah dan berniat sungguh-sungguh untuk menggunakan nikmat itu hanya untuk Allah?
  13. Kalau kita miskin dapatkah kita merasa bahagia dengan kemiskinan itu dan merasa lega karena tidak perlu lagi mengurus nikmat Allah? Adakah kita merasa bahwa kemiskinan itu menyebabkan kita tidak perlu lagi mengadu dan meminta pada manusia kecuali pada Allah?
  14. Kalau ada orang mencerca kita bisakah hati kita merasa senang dan tenang lalu kita bersikap diam tanpa sakit, susah hati dan dendam. Bahkan kita memaafkan orang itu sambil mendoakan kebaikan untuknya sebab kita merasa bahwa ia telah memberi pahala pada kita melalui cercaannya itu?
    Imam As Syafie berpuisi:
    "Apabila seorang yang jahat mencerca aku, bertambah tinggilah kehormatanku. Tidak ada yang lebih hina kecuali kalau aku yang mencercanya."
    15. Begitu juga kalau orang menipu, menganiaya dan mencuri harta kita, mampukah kita relakan saja atas dasar kita ingin mendapat pahala karena menanggung kerugian itu?
    16. Di waktu kita merasa bersalah dengan seseorang, apakah datang rasa takut akan kemurkaan Allah pada kita dan sanggupkah kita minta maaf sambil mengakui kesalahan kita?
    17. Setelah kita melakukan usaha dan ikhtiar dengan kerja-kerja kita, apakah kita dapat melupakan usaha kita itu dan menyerahkannya kepada Allah? Ataukah kita merasa besar dan terikat dengan usaha itu hingga kita merasa senang dan tenang dengan usaha itu?
    18. Kalau orang lain mendapat kesenangan dan kejayaan dapatkah kita merasa gembira, turut bersyukur dan mengharapkan kekalnya nikmat itu bersamanya tanpa hasad dengki dan sakit hati?
    19. Setiap kali orang bersalah, lahirkah rasa kasihan kita padanya, di samping ingin membetulkannya tanpa menghina dan mengumpatnya?
    20. Kalau ada orang memuji kita, adakah kita merasa susah hati sebab pujian itu dapat merusakkan amalan kita? Dapatkah kita bendung hati dari rasa bangga dan sombong, kemudian mengembalikan pujian pada Allah yang patut menerima pujian dan yang mengaruniakan kemuliaan itu?
    21. Bisakah kita menunjukkan rasa kasih sayang dan ramah tamah dengan semua orang sekalipun kepada orang bawahan kita?
    22. Selamatkah kita dari jahat (buruk) sangka dan prasangka pada orang lain?
    23. Kalau kita diturunkan dari jabatan atau kekayaan kita hilang, selamatkah kita dari rasa kecewa dan putus asa karena merasakan pemberian jabatan dan penurunannya adalah ketentuan Allah? Sebab itu kita merasa redha.
    24. Sanggupkah kita bertenggang rasa dengan orang lain di waktu orang itu juga memerlukan apa yang kita perlukan?
    25. Apakah kita senantiasa puas dan cukup dengan apa yang ada tanpa mengharapkan apa yang tidak ada?
    Susah untuk memberi jawaban pada semua persoalan-persoalan yang telah diajukan di atas karena memang susah untuk melakukan amalan-amalan batin, teramat sulit dan rumit. Itulah sebabnya banyak orang yang tidak melihat dan tidak memperdulikannya.
    Namun, bagi mereka yang betul-betul mau mendekatkan diri pada Allah, di situlah titik tumpuan perhatian dan minatnya. Dia akan berusaha tanpa jemu untuk melakukan amalan-amalan batin dan menyuburkannya sepanjang masa dengan cara melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi). Dia akan mendidik hatinya itu supaya biasa dan suka dengan amalan batin. Bahkan dia sanggup berkorban (mujahadah) untuk itu.
    Para ulama berkata:
    Perjuangan itu 10 bagian. Satu bagian ialah perjuangan menentang musuh-musuh lahir (orang kafir, munafik, Yahudi dan Nasrani), di waktu-waktu yang tertentu saja (bukan sepanjang masa). Manakala sebagian lagi ialah perjuangan menentang musuh batin (nafsu dan syaitan) yang tiada hentinya yakni sepanjang masa."
    Melaksanakan amalan batin memang susah dibandingkan dengan amalan lahir. Tetapi amalan batin itu lebih penting kedudukannya dari amalan yang lain.
    Sabda Rasulullah SAW :
    Terjemahannya : Bahwasanya Allah tidak memandang akan rupa dan harta kamu, tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu. (Riwayat Muslim)
    Dan Allah berfirman :
    Terjemahannya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada kaum itu, hinggalah mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka (hati mereka).(Ar Raad: 11)
    Kalau hati kita jahat, Allah tidak akan membantu kita dalam berbagai hal. Kalau hati kita rusak Allah sama sekali tidak akan memandang kita. Begitulah keutamaan amalan batin. Tiap umat Islam wajib melakukannya. Kalau kita lalai artinya sepanjang hidup kita berada dalam dosa. Dosa batin yang tidak kita sadari.
    Marilah kita bersihkan dosa lahir dan dosa batin kita. Mari kita bermujahadah untuk itu. Moga-moga Allah SWT merestui kita :
    Terjemahannya : Dan mereka yang bermujahadah dalam jalan Kami, Nisaya Kami tunjukan jalan-jalan Kami itu. Sesungguhnya Allah berserta dengan orang yang berbuat baik. (Al Ankabut: 69)
    CARA MENDAPATKAN AMALAN BATIN
    SETELAH kita mengetahui erti dan maksud amalan batin (hakikat) maka marilah kita mempelajari cara-cara mendapatkan hakikat. Mudah-mudahan dengan mengetahui hal tersebut kita dapat beramal dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya.
    Untuk mendapatkan hakikat kita mesti melatih ruh kita supaya taat pada Allah. Jasad batin (ruh) kita waktu masih berada di alam ruh, yakni sebelum dimasukkan ke dalam sangkarnya (jasad lahir) memang sudah mengenal Allah, seperti dalam firman-Nya :

    Terjemahannya : (Allah bertanya pada ruh) "Bukankah Aku Tuhanmu?". Ruh menjawab: Ya, kami akui Engkaulah Tuhan kami. (Al ‘Araaf : 172)

    Sebelum masuk ke badan kita ruh sudah mengenal Allah, bahkan sudah menyaksikan ketuhanan Allah dan sudah mengaku kehambaan pada Allah. Tetapi ketika dilahirkan ke dunia, ruh dikurung dalam jasad lahir bersama-sama musuhnya nafsu dan syaitan. Tentang nafsu, Allah SWT berfirman :

    Terjemahannya: Sesungguhnya nafsu itu sangat mengajak kepada kejahatan.(Yusuf: 53)

    Dan Nabi pula bersabda:

    Terjemahannya : Sejahat-jahat musuhmu ialah nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu. (Riwayat Al Baihaqi)

    Sedangkan tentang syaitan, Allah berfirman :

    Terjemahannya : Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (Yusuf : 5)

    Berhadapan dengan dua musuh batin itu, ruh menjadi lemah (rusak atau hilang rasa kehambaan). Walaupun dia sudah mengenal Allah SWT, tahu wujud dan Maha Perkasanya Allah, tetapi ruh tidak bisa mentaati perintah Allah. Bujukan serta tarikan syaitan dan hawa nafsu lebih kuat dan berpengaruh.
    Ruh sudah durhaka pada Tuhan, seakan-akan sudah tidak kenal Tuhan. Ruh terbelenggu dalam jasad, dikungkung oleh nafsu dan syaitan itu. Ruh sudah tidak takut dan tidak malu lagi pada Tuhan. Ruh tidak rindu dan tidak cinta lagi pada Tuhan, tidak merasa hina dan rendah diri serta bersifat ketuanan. Ruh sudah sombong, keras, hasad dengki, tamak, pendendam, bakhil, gila dunia, kuat makan, tukang tidur dan lain-lain, menyerupai kehendak nafsu yang terkutuk itu. Ruh sudah dikuasai oleh jasad lahir yang beku (bersifat seperti tanah karena dicipta dari tanah).

    Laksana burung, ruh terkurung dalam sangkar. Karena sangkar itu kuat maka burung terpaksa terkurung di dalam sangkar yang sempit dan menyiksa. Sebaliknya kalau burung lebih kuat dari sangkar, burung akan dapat memecahkan sangkar dan dapat terbang bebas ke seluruh alam. Demikianlah kalau ruh kita lebih kuat dari nafsu dan syaitan, ruh dapat menundukkan nafsu dan syaitan. Saat itu bukan jasad lagi yang menguasai ruh tetapi ruh yang menguasai jasad lahir. Ruh akan bebas melakukan kehendaknya mentaati perintah Allah SWT. Ruh akan terbang bebas kemana-mana dan dapat merasakan perkara-perkara gaib.

    Itulah yang terjadi pada ruh para Nabi, Rasul dan wali-wali Allah. Ruh tidak lagi dibelenggu dalam jasad lahir oleh nafsu dan syaitan tetapi sudah bebas, sudah dapat menundukkan nafsu dan syaitan di bawah kehendaknya. Sudah melihat alam rohani, alam malakut dan alam jin. Jasad lahir tidak berarti apa-apa lagi karena sudah dikuasai oleh ruh untuk menyembah Allah sepanjang masa.

    Lain halnya dengan jasad lahir, ruh bukan dibuat dari tanah tetapi dari nur (cahaya) yang serupa dengan malaikat dan jin. Sebab itu ruh yang sudah bebas dari kungkungan nafsu dan syaitan akan bergerak bebas seperti cahaya, tembus di setiap ruang dan bidang. Pandangan ruh adalah pandangan tembus yang dapat membaca hati dan batin manusia. Karena itu bersabda Rasulullah SAW :Terjemahannya : Takutilah Firasat (pandang tembus) orang Mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)

    Itulah rahasia diri kita yang mesti kita sadari. Bila kita sadar hakikat kejadian kita itu, barulah akan terjadi apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :

    Terjemahannya : Barangsiapa yang kenal dirinya, maka dia pasti kenal Tuhannya.

    Untuk meningkatkan diri mencapai derajat yang mulia itu, kita mesti berusaha bersungguh-sungguh, berjuang dan berkorban. Siapa saja dapat berhasil kalau memenuhi syarat dan cara yang telah ditetapkan yaitu dengan mendidik ruh kita kembali untuk mengenal dan mencintai Allah SWT. Caranya adalah mujahadah (berperang) dengan nafsu dan syaitan.Allah berfirman :

    Terjemahannya : Wahai orang-orang yang beriman, sabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah) dansabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah kamu (dalam barisan perjuangan) dan bertakwalah kamu kepada Allah moga-moga kamu mendapat kemenangan.(Ali Imran : 200)

    Nafsu yang mesti diperangi di antaranya adalah sifat mementingkan diri sendiri, tamak, gila dunia, kedudukan dan kehormatan diri. Itu semua adalah penghalang yang cukup kuat untuk kita mendapatkan hakikat (amalan batin), juga sebagai hijab yang menghalang kita untuk mendapat sifat kerohanian sebab kita merasakan diri sebagai tuan.

    Supaya kita bertambah yakin, maka ada satu kisah pengalaman seorang wali bernama Yazid Bustami: Satu hari seorang temannya datang pada Yazid Bustami untuk mengadu, "Saya telah berpuasa setiap hari dan melakukan shalat setiap malam selama 30 tahun tetapi tidak juga memperoleh keringanan batin seperti yang engkau ceritakan."

    Yazid Bustami pun memotong kata-kata temannya,"Kalaupun engkau melakukan shalat dan berpuasa selama 300 tahun, engkau pasti tidak dapat menemukannya."
    "Kenapa?"
    Tanya temannya.

    Jawab Yazid, "Sifatmu yang mementingkan diri sendiri dan serakah menjadi penghalang dan hijab antara engkau dengan Allah."

    Teman itu lantas bertanya, "Katakanlah padaku apakah obatnya?"

    "Ada obatnya," kata Yazid, "Tetapi engkau tidak akan sanggup melakukannya."

    Setelah dipaksa oleh temannya Yazid pun berkata:

    "Pergilah ke tukang pangkas rambut yang terdekat dan guntinglah janggutmu. Bukalah bajumu kecuali ikat pinggang yang melingkari pinggangmu. Ambillah karung yang biasa diisi makanan kuda, isilah buah kenari dan gantungkanlah karung itu di lehermu. Kemudian pergilah ke pasar sambil menangis, teriakkanlah seperti ini, "setiap anak-anak yang memukul batang leherku akan mendapat sebiji kenari." Selanjutnya pergilah ke pengadilan, hakim dan ahli hukum, katakanlah kepada mereka,"Selamatkanlah jiwaku."

    Teman itu berkata, "Sungguh aku tidak sanggup berbuat begitu. Berilah cara pengobatan yang lain."

    Yazid berkata, "Yang aku ceritakan tadi adalah cara pengobatan pendahuluan yang sangat perlu dilakukan untuk mengobati penyakitmu. Tapi sebagaimana yang aku katakan tadi, engkau tidak dapat disembuhkan lagi."

    Yazid Bustami seorang wali Alah yang mukasyafah dapat membaca hati (rahasia batin) temannya yang berjuang untuk nama, pangkat dan sanjungan manusia. Sebab itu Beliau perintahkan sahabat itu bermujahadah dengan nafsunya itu dengan cara menghina diri di pasar dan mengaku jahat di hadapan hakim. Perintah itu memang berat, tetapi bagi Yazid tidak ada jalan lain lagi. Itulah cara majahadatunnafsi yang mesti dilakukan.

    Begitulah pentingnya mujahadatunnafsi untuk siapa saja yang ingin meningkatkan kerohaniannya. Selagi nafsu tidak dapat dikalahkan, selama itulah ruh tidak akan suci dan bersih. Kalau ruh tidak bersih, Allah tidak akan memasukkan taufik dan hidayah ke dalam hati. Sebab benda yang berharga akan Allah letakkan di tempat yang mulia.

    Ruh seperti wadah. Kalau kotor, maka taufik dan hidayah tidak akan masuk. Kalau tidak ada taufik dan hidayah, ruh akan terhijab dan kita tidak akan dapat meningkatkan kerohanian (amalan batin) ke taraf kerohanian yang tinggi. Dan tanpa kerohanian, hati (ruh) tidak akan selamat dari penyakit-penyakit mazmumah. Firman Allah :

    Terjemahannya : Hari Qiamat ialah hari dimana anak dan harta tidak dapat memberi manfaat kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat sejahtera.(Asy-Syu’ara: 88-89)

    Amalan lahir seperti shalat, puasa, walaupun dilakukan sepanjang hari dan shalat tahajjud setiap malam (seperti cerita di atas), berjihad, berkorban, belajar, menutup aurat dan lain-lain, tidak dapat menjamin bahwa hati sudah selamat. Yang menjamin selamatnya hati ialah mujahadatunnafsi. Itulah amalan batin yang wajib kita lakukan.

    Suatu hari di dalam kuliahnya, seorang ulama sufi, Bisyulhafi bercerita kepada muridnya bahwa, mempunyai isteri yang banyak itu tidak menolak zuhud. Salah seorang muridnya yang mengetahui bahwa gurunya tidak pernah menikah, lalu bertanya,

    "Tuan, kalau begitu kenapa tuan tidak menikah? Bukankah menyalahi sunnah?"
    Bisyulhafi pun menjawab, "Aku tidak sempat melakukan sunnah itu karena sibuk. Sibuk melakukan perkara yang lebih fardhu, yang belum mencapai tujuan yaitu mujahadatunnafsi."

    Begitulah pandangan ahli sufi tentang pentingnya mujahadatunnafsi. Mereka tidak pernah berhenti memperhatikan perjalanan nafsu dan syaitan, sehingga nafsu dan syaitan itu selalu dapat diperangi dan dikalahkan untuk menghambakan diri pada Allah SWT.

    Kalau kita ingin berjumpa Allah dengan selamat, jalan itulah yang mesti ditempuh. Tanpa menempuh jalan itu, kita akan dapat juga berjumpa dengan Allah (karena kita semua akan mati) tetapi dalam keadan susah-payah dan hina-dina, wal ‘iyazubillah!

    Jalan keselamatan itu adalah melakukan mujahadatunnafsi. Kita mesti bermujahadah atas semua mazmumah yang setiap saat selalu menyerang kita. Mazmumah atau penyakit hati yang dihidupkan oleh nafsu itu adalah semua sifat batin yang bertentangan dengan amalan batin.

    Penyakit hati saya bagi menjadi dua yaitu:

    1. Penyakit hati terhadap Allah.
    2. Penyakit hati terhadap manusia.

    Penyakit hati terhadap Allah, diantaranya:

    1. Tidak khusyuk beribadah
    2. Lalai dari mengingat Allah
    3. Tidak yakin dengan Allah
    4. Tidak ikhlas dengan Allah
    5. Tidak takut pada ancaman Allah
    6. Tidak harap pada rahmat Allah
    7. Tidak redha akan takdir Allah
    8. Tidak puas dengan pemberian Allah
    9. Tidak sabar atas ujian Allah
    10. Tidak syukur atas nikmat Allah
    11. Tidak terasa di awasi Allah
    12. Tidak terasa kehebatan Allah
    13. Tidak rindu dan cinta dengan Allah
    14. Tidak tawakal kepada Allah
    15. Tidak rindu pada syurga dan tidak takut pada neraka
    16. Cinta dunia, membuang waktu dengan sia-sia.
    17. Penakut (takut pada selain Allah)
    18. Ujub
    19. Riya'
    20. Gila pujian dan kemasyhuran.

    Sedangkan penyakit hati (mazmumah) terhadap manusia diantaranya:

    1. Benci membenci.
    2. Rasa gembira kalau dia mendapat celaka dan rasa sedih kalau dia berjaya
    3. Mendoakan kejatuhannya
    4. Tidak mau meminta maaf dan tidak memaafkan kesalahannya.
    5. Hasad dengki
    6. Dendam
    7. Bakhil
    8. Buruk sangka.
    9. Tidak bertenggang rasa.
    10. Tidak bertoleransi.
    11. Tidak tolong-menolong.
    12. Serakah
    13. Keras hati
    14. Mementingkan diri sendiri.
    15. Sombong.
    16. Tidak sabar dengan karenah manusia.
    17. Memandang hina kepada seseorang
    18. Riya'
    19. Ujub
    20. Merasa diri bersih.

    Terhadap semua penyakit itu kita wajib melakukan mujahadatunnafsi. Firman Allah :

    Terjemahannya : Wahai orang-orang beriman, sabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah) dan sabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah kamu (dalam barisan perjuangan) dan bertakwalah kamu kepada Allah moga-moga kamu mendapat kemenangan. (Ali Imran: 200)

    Untuk mujahadah melawan penyakit hati (mazmumah) dengan Allah, langkah-langkahnya ialah : memperbanyak ibadah-ibadah hamblumminallah seperti shalat sunat (dengan faham, khusyuk dan istiqamah), zikrullah, wirid dan tahlil, membaca Al Quran, berdoa, tafakur dan sebagainya yang akan diuraikan sebagai berikut :

    1. SHOLAT

    Hal penting yang perlu diambil perhatian saat menunaikan sholat adalah khusyuk. Itu didasarkan pada apa yang diingatkan oleh Rasulullah SAW kepada Abu Zar:

    "Ya Abu Zar, dua rakaat sholat yang dilakukan dengan khusyuk itu lebih baik dari sholat sepanjang malam tetapi dengan hati yang lalai."

    sholat yang khusyuk dapat diartikan sebagai sholat yang sempurna lahir dan batin. Ketika jasad menghadap Allah, hati juga tunduk menyembah Allah. Ketika mulut menyebut Allahu Akbar, hati juga mengaku Allah Maha Besar. Ketika jasad sujud menghina diri, hati juga bersujud menghina diri. Dan ketika mulut memuji mengagungkan Allah dan berdoa pada Allah, hati juga memuja, merintih dan tenggelam dalam penyerahan pada Allah.
    Telah bertanya Jibril pada Nabi SAW :

    Terjemahannya : Kabarkan padaku apa itu Ihsan? Dijawab oleh Rasulullah, Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika tidak melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia senantiasa melihat engkau.

    Kalaulah sholat itu dapat dihayati, sebagaimana yang dianjurkan di atas, pengaruhnya akan cukup besar pada diri dan jiwa manusia. Iman akan bertambah seiring dengan bertambahnya rasa tawakal, syukur, redha, sabar dan lain-lain sifat mahmudah.

    Cukuplah sedikit rakaat shalatnya asalkan khusyuk daripada banyak rakaat shalat tetapi lalai. Sebab perkara yang menjadi tujuan ibadah ialah membuahkan iman dan akhlak.
    Walaupun banyak rakaatnya tetapi dikerjakan dengan hati yang lalai, maka bukan saja iman dan akhlak tidak bertambah, bahkan ibadah akan menjadi sia-sia. Mungkin Allah akan memberikan pahala juga, tetapi apakah kita akan bangga kalau perdagangan yang kita buat hanya mengembalikan modal, tidak mendapat untung sama sekali? sholat yang lalai tidak akan menambah iman dan menguatkan jiwa sebaliknya hanya akan membuat badan menjadi letih.
    Di Padang Mahsyar nanti, Allah akan memanggil manusia yang sholat untuk diperiksa sholatnya. Waktu itu sholat akan dikategorikan pada lima tingkat :

    1. Sholat orang jahil.

    Sholat orang jahil ialah shalat yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki ilmu tentang shalat. Dia tidak tahu tentang rukun dan sunat dalam shalat serta shalat tanpa peraturan yang telah ditetapkan syariat. Karena itu sejak awal shalatnya tidak diterima bahkan ia berdosa karena tidak belajar tentang ilmu shalat.

    2. Sholat orang lalai.

    Sholat orang lalai ialah shalat yang walaupun sempurna lahirnya tetapi hatinya sama sekali tidak ikut dalam shalat. Bermacam-macam hal yang diingat sewaktu berdiri, rukuk, sujud dan duduk dalam sholat itu. Dari awal hingga akhir sholatnya, sedikit pun tidak ingat Allah. sholat seperti itu akan dianggap sebagai dosa bukannya mendapat pahala. Allah berfirman :
    Terjemahannya : Neraka Wail bagi orang yang sholat. Yang mereka itu lalai dalam sholatnya.(Al Maa’un : 45)

    3. Sholat orang yang setengah lalai setengah khusyuk.

    Shalat yang ketiga ialah sholat yang di dalamnya terjadi tarik-menarik dengan syaitan. Artinya orang itu selalu merasakan bila syaitan mulai membuat dirinya lalai dari mengingat Allah. Cepat-cepat dikembalikan ingatannya pada Allah. Begitulah seterusnya terjadi hingga akhir shalat. Ada waktu lalai dan ada waktu khusyuk. sholat seperti itu tidak berdosa dan tidak juga berpahala, tetapi dimaafkan oleh Allah.

    4. sholat orang khusyuk.

    Sholat orang khusyuk ialah sholat orang yang terus mengingat Allah di sepanjang sholatnya serta memahami apa yang dibacanya dalam shalat. Orang itu dapat merasakan bahwa dia sedang menghadap Allah. Perhatiannya hanya kepada Allah. Bagi orang tersebut, sholatnya berarti menunaikan janji kepada Allah, memohon ampun kepada Allah, mengharap kepada Allah, menghina diri kepada Allah dan mengagungkan Allah.
    sholat seperti itulah yang akan menghapuskan dosa, memperbaharui ikrar (yang pernah diucapkan di alam ruh), menguatkan iman, mendekatkan hati kita kepada Allah, meningkatkan takwa dan mengelakkan diri dari perbuatan keji dan mungkar. Itulah keuntungan di dunia. Dan di akhirat Allah akan menganugerahkan pahala syurga yang penuh kenikmatan.

    5. Sholat Nabi-Nabi dan Rasul.

    Sholat yang kelima ialah tingkat tertinggi yaitu sholat para Nabi dan Rasul. Mereka itu khusyuknya luar biasa. Mereka benar-benar melihat Allah dengan mata hati. Dalam sholat, mereka seakan-akan sedang bercakap-cakap dengan Allah. Sebab itu mereka tidak pernah jemu melakukan sholat. Sebagaimana indahnya perasaaan hati orang yang dapat bertemu kekasihnya, begitulah indahnya perasaan mereka itu dalam sholat.
    Salah satu perkara utama yang disukai oleh Rasulullah SAW adalah shalat. "Shalat penyejuk mataku," sabda Rasulullah. Syurga yang akan Allah anugerahkan pada mereka adalah syurga tertinggi yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang awam seperti kita.
    Jadi tugas kita sekarang ialah memperbaiki shalat kita sekaligus memperbanyaknya. Untuk itu sekali lagi kita mesti mujahadah. Hanya dengan mujahadah kita dapat meningkatkan iman dan memperbanyak amal soleh. Serta hanya dengan iman dan amal soleh saja kita akan dapat membangun dan menghias rumah kita di akhirat nanti.

    2. ZIKRULLAH, WIRID DAN TAHLIL

    Semua ibadah zikrullah kalau dikerjakan dengan betul akan meresap ke hati dan menghasilkan iman, ketenangan, serta kebahagiaan di hati. Firman Allah

    Terjemahannya : Ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah itu, hati akan tenang.(Ar Ra’d: 28)

    Syaratnya ibadah itu mesti dilakukan dengan beradab, memahami dan menghayati maksudnya.
    Misalnya kita menyebut Subhanallah, hati mesti diberitahu bahwa Allah Maha Suci dari kekurangan yang disifatkan pada-Nya. Bila menyebut Alhamdulilah, hati mesti merasakan bahwa segala puji hanya bagi Allah. Segala kebaikan, nikmat dan rahmat yang memenuhi langit dan bumi adalah kepunyaan Allah. Hati mesti merenungkan segala pemberian Allah pada kita sewaktu menyebut pujian itu supaya terasa hubungan antara kita dengan Allah. Begitu juga ketika menyebut Allahu Akbar, hati mesti sadar bahwa Allah Maha Besar, Maha Pencipta, Maha Perkasa dan Maha Mengatur seluruh langit dan bumi. Rasakan betapa kerdilnya kita di bawah kekuasaan Allah yang hebat itu.

    3. MEMBACA AL QURAN

    Al Quran adalah Kitabullah yang diturunkan khusus untuk kita manusia. Membacanya adalah ibadah, memahaminya adalah obat, mengikutinya adalah petunjuk dan menghayatinya menambah iman dan takwa. Maka orang yang menganggap remeh dan ringan terhadap Al Quran akan menderita kerugian besar.

    Bertanya Allah dalam surah Al Waaqi’ah:
    Terjemahannya : Sesungguhnya Al Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Terdapat dalam kitab yang terpelihara (lauhul mahfuz). Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Quran ini? Kamu (mengganti) rezeki (Allah) dengan mendustakan Allah.(Al Waaqi’ah: 77-82)

    Begitulah umat Islam pada hari ini. Mereka menyamakan kitab mulia itu dengan buku ciptaan manusia. Kadangkala, Al Quran dipermainkan dengan tujuan duniawi semata-mata. Alangkah sedihnya.
    Mari kita kembali menjunjung pusaka mulia, warisan yang betul-betul ditujukan untuk kita. Mari kita agungkan dengan seagung-agungnya dan kita perjuangkan sungguh-sungguh. Tindakan seperti itulah yang sesuai dengan kemuliaan dan kehebatan yang ada pada Al Quran.

    Adab-adab yang perlu dilakukan ketika kita membaca Kitab mulia ini diantaranya adalah:Berwudhu'.
    Tempat duduk kita bersih dan suci seperti mesjid, surau dan lain-lain.
    Menghadap kiblat.

    Membaca ta’awwudz "a'udzubillahi minas syaithon nirrajiim" sebelum memulai membaca Al Quran.
    Bacaan dilakukan dengan tertib yakni dengan jelas dan perlahan-lahan.

    Memahami dan menghayati bacaan dengan melakukan apa yang dikehendaki oleh ayat yang dibaca. Misalnya kita membaca ayat tasbih, maka maka kita berdoa dan bertasbih.

    Bila membaca ayat doa dan istighfar, maka kita berdoa dan meminta ampun.
    Bila membaca ayat yang menceritakan azab Neraka, maka kita berlindung dari Neraka Allah dengan doa "a'udzubillahi min dzalika"

    Bila membaca ayat yang menceritakan nikmat syurga, maka kita berdoa "allahumma arzuqna" semoga Allah juga menganugerahkannya kepada kita.

    Bila membaca ayat tentang orang kafir yang mensyirikkan Allah, maka kita segera menolak dengan ucapan "Subhanallahi ‘amma yasifuun", dan begitulah seterusnya.

    Ucapan-ucapan itu dapat diucapkan di mulut atau di hati tetapi yang penting adalah kesungguhan dan keikhlasan kita dalam menyebutnya (mengucapkannya) .

    Bacaan dibuat dengan suara dan nada yang merdu serta enak didengar.

    Jangan memutuskan bacaan hanya karena hendak makan atau bercakap-cakap. Berhentilah di tempat-tempat yang telah ditentukan. Sebaiknya diakhiri dengan doa.

    Sesungguhnya kalau kandungan Al Quran itu selalu kita perhatikan dengan kefahaman dan keimanan, Insya Allah hati kita akan terdidik, keimanan dan ketakwaan kita akan bertambah.

    4. BERDOA

    Berdoa adalah ibadah. Selain itu berdoa juga merupakan sumber iman dan tempat menggantungkan diri kepada Allah. Orang-orang yang tidak mau berdoa kepada Allah sebetulnya adalah orang yang sombong dengan Allah. Bukankah terlalu banyak keperluan, keinginan dan harapan kita yang hanya mungkin tercapai dengan pertolongan Allah?

    Kalau begitu, marilah kita berdoa. Kita ceritakan semua masalah pada Allah dan kita gantungkan harapan yang penuh kepada-Nya. Berdoalah di tempat-tempat dan waktu-waktu yang makbul dengan hati yang penuh khusyuk, harap, yakin serta sabar. Insya Allah doa akan menjadi sumber ketenangan dan kebahagiaan.

    Sudah menjadi fitrah manusia, bila berada dalam kesusahan ia akan mengalami ketegangan fikiran dan perasaan. Satu-satunya cara mengobati penyakit itu adalah dengan mengadu, mengharap dan menyandarkan diri kepada suatu kuasa yang bisa menolongnya menyelesaikan masalah itu. Karena itu, agama Islam mengajar kita untuk berdoa. Sebab hanya Allahlah kuasa mutlak yang layak dan mampu berbuat begitu.

    Faedah berdoa adalah jiwa yang lemah akan menjadi kuat, hati yang susah menjadi senang dan perasaan yang gelisah akan menjadi tenang.

    5. TAFAKUR

    Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :Terjemahannya : Berfikir satu saat itu lebih baik daripada ibadah setahun.

    Anjuran untuk berfikir itu bertujuan untuk menyadarkan manusia tentang sifat wujud Allah dan Maha Kuasanya Allah. Perkara-perkara yang sebaiknya difikirkan adalah tentang keberadaan diri kita di hadapan Allah. Allah memulai penciptaan kita hanya dari setitik air mani. Harga setitik air mani lebih rendah daripada harga sebiji padi, kalau saja Allah tidak menanamnya di dalam rahim perempuan.
    Juga tidak akan berharga kalau Allah tidak memelihara dan menghidupkannya dengan memberi segala keperluan untuk tinggal di dalam rahim. Belum juga berharga sekiranya Allah tidak memudahkan baginya keluar ke atas bumi. Bahkan belum juga berharga kalau Allah tidak membesarkan serta memberi akal fikiran.

    Dengan akal yang Allah karuniakan, manusia dapat menjadi raja, menteri, anggota kabinet, tentara, ahli fikir, profesor, dokter, Insinyur, dosen, guru dan lain-lain yang pandai, kuat, kaya dan hidup secara bebas. Dengan akal fikiran, manusia telah dapat meratakan gunung, membelah angkasa, menyelami lautan dan memperkosa bumi sekehendaknya. Tetapi tidak selamanya begitu. Kita tidak akan bisa selamanya berbuat sekehendaknya atau memperoleh apa yang kita inginkan.

    Kita akan mengalami kematian. Bagaimana kita dapat menghalangi datangnya kematian itu? Tidak mungkin. Seperti halnya kita tidak mungkin mendatangkan diri kita ke dunia ini. Firman Allah dalam Al Quran :

    Terjemahannya : Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah kemudian Dia menjadikan kamu sesudah lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menetapkan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Perkasa.(Ar Rum : 54)

    Sesudah mati, Allah berjanji untuk menghidupkan dan membangkitkan kita kembali di hari Qiamat. Apakah alasan kita untuk tidak percaya pada janji Allah itu? Siapakah diri kita yang berani menolak kedatangannya?

    Firman Allah SWT :

    Terjemahannya : Tidaklah susah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanya seperti (mencipta dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Luqman : 28)

    Mari kita fikirkan juga nikmat-nikmat Allah yang kita terima sekarang ini. Mata, telinga, kaki, tangan dan semua anggota tubuh kita sangat penting untuk keperluan hidup. Allah karuniakan kepada kita tanpa meminta bayaran satu rupiah pun dari kita. Padahal harga sepasang kaki palsu sudah berjuta-juta begitu juga dengan gigi palsu. Apalagi mata, telinga, hati, lidah dan akal yang Allah karuniakan, tentu tidak akan ternilai harganya.

    Dengan apa kita akan membalas pemberian yang begitu besar? Renungkanlah apakah kita sudah berterimakasih kepada Allah? Sudahkah kita laksanakan suruhan-Nya? Sudahkah kita berhenti melakukan hal-hal yang dilarang-Nya? Sudah cukupkah amal bakti kita sebagai hamba untuk membalas kemurahan dan kasih sayang Allah yang telah memelihara kita?

    Pernah diceritakan bahwa telah meninggal seorang abid (ahli ibadah). Lalu Allah memanggilnya untuk diberitahu bahwa dia akan dimasukkan ke syurga karena kemurahan dan rahmat Allah kepadanya. Mendengar hal itu, si abid merasa tidak puas karena ia masuk ke syurga melalui belas kasihan dari Allah sedangkan di dunia dia begitu kuat beribadah. Si abid lalu memohon dimasukkan ke syurga yang setimpal dengan amal ibadahnya yang banyak itu.

    Allah SWT memerintahkan malaikat menghitung dan menilai ibadah si abid tersebut. Setelah selesai, Allah mengumumkan bahwa ibadah-ibadah yang telah dibuat oleh si abid itu tidak cukup hanya untuk membayar harga sebelah matanya apalagi untuk mendapatkan syurga? Si abid pun tersipu-sipu lalu memohon agar diberi peluang untuk masuk ke syurga.

    Demikianlah satu contoh yang menunjukkan bahwa nilai amal bakti kita masih belum sebanding dengan pemberian Allah pada kita. Meskipun setiap detik dari umur kita, kita gunakan untuk menghambakan diri kepada Allah, itu pun belum memadai untuk menandingi nikmat dari Allah. Apalagi kalau kita sombong, ingkar dan durhaka kepada Allah tentu sangat sebanding bila Allah lemparkan kita ke dalam api neraka dan tersiksa untuk selama-lamanya.

    Lihat juga kejadian padi yang kita masak menjadi nasi. Dapatkah batang padi itu tumbuh dengan sendirinya kalau Allah tidak menurunkan hujan dan kalau Allah tidak menggemburkan tanah supaya biji yang di dalam tanah itu dapat menembus naik untuk mendapatkan cahaya matahari? Dapatkah manusia membuat air? Dapatkah manusia melubangi tanah dengan sehalus-halusnya hingga akar batang itu dapat menjalar mencari makanan dan minumannya? Manusia menanam, tetapi siapa yang menumbuhkannya?
    Sesudah berfikir dan membuat kesimpulan, sudah selayaknya hati kita terbuka, nampak kewujudan, kemurahan dan kekuasaan Allah SWT. Seharusnya hati akan menyadarkan akal tentang perlunya menyembah Allah. Hati selanjutnya akan memerintahkan kaki, tangan dan seluruh anggota lahir menunaikan perintah Allah dan berhenti dari mengerjakan larangan-Nya. Kalau tidak terjadi seperti itu, maka selayaknya kita menangis, karena hati yang buta lebih parah dari akal yang buta.

    Kemudian hadapkan muka kita ke langit. Lihatlah matahari yang terbit dan terbenam, memberi panas, membuat perbedaan waktu dan pergantian musim. Bulan yang kecil dan besar, membuat malam kadang-kadang gelap dan kadang-kadang terang, membuat air laut pasang dan surut. Lihatlah bintang-bintang yang berkerlipan menghiasi langit hingga berseri-seri.

    Lihatlah semua itu dan ingatlah Allah. Tanamkan dalam hati betapa besar kuasa-Nya dan pemurah-Nya. Dengan begitu mudah-mudahan hati kita menjadi lembut dan tunduk untuk menyembah dan mengabdikan diri kepada Allah.

    Bersabda Rasulullah SAW maksudnya:"Siapa yang memandang ke langit, melihat bulan dan bintang kemudian terasa betapa kuasanya Allah, maka Allah akan mengampunkan dosanya sebanyak jumlah bintang-bintang itu."

    Seseorang yang melihat alam kemudian berfikir tentang Allah, lalu terasa kehebatan Allah hingga hatinya lembut dan tunduk menyembah Allah dengan sadar dan khusyuk, itulah manusia yang sempurna.
    Dia menyadari bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Allah. Segala sesuatu yang dimilikinya merupakan pemberian Allah. Karena itu ia ingin menyerahkan kembali segala pemberian Allah itu untuk beribadah kepada Allah. Hasilnya dia akan berbahagia di dunia dan akhirat.

    Di dalam Al Quran Allah berulang kali menyuruh manusia untuk berfikir serta menggunakan akal yang telah diberikan untuk menyaksikan wujud dan perkasanya Allah.
    Firman-Nya:

    Terjemahannya : Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan (untuk kepentinganmu) apa yang di langit dan di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan sebagian manusia masih ada yang membantah tentang keesaan Allah tanpa ilmupengetahuan atau petunjuk dan kitab yang memberi penerangan.(Luqman: 20)

    Terjemahannya : Dan di antara kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya di antara kamu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu sebagai bahan renungan, bagi kaum yang berfikir.(Ar-Rum : 21)

    Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak (menguasai bumi).(Ar Rum : 20)

    Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi dan begitu juga berlain-lainan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.(Ar-Rum : 22)

    Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.(Ar-Rum : 23)

    Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan dan Dia menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.(Ar-Rum : 24)

    Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah terbinanya langit dan bumi dengan perintah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggilmu dengan sekali panggilan dari bumi, ketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (Ar-Rum : 25)

    Satu hal lagi yang perlu difikirkan adalah tentang dosa kita kepada Allah dan sesama manusia. Berapa banyak dosa kita kepada Allah dan sesama manusia? Selamatkah kita dari siksaan dan kemurkaan Allah di dunia dan di Akhirat? Mampukah kita berhadapan dengan Munkar dan Nakir di dalam kubur nanti? Sanggupkah kita menghadapi panasnya api Neraka? Renungkan dan fikirkanlah selalu. Insya Allah renungan itu akan melembutkan hati.

    Setelah itu tanamkan keyakinan yang mendalam bahwa kematian itu benar, masuk ke liang kubur itu benar, pertanyaan Munkar dan Nakir itu pun akan kita hadapi. Melintasi Siratal Mustaqim itu benar, pembalasan siksa Neraka dan nikmat Syurga adalah kebenaran yang akan terjadi. Semua itu pasti terjadi tanpa keraguan lagi.

    Sekiranya peringatan itu diulang-ulang setiap hari pada hati kita, maka insya-Allah iman yang kuat akan masuk ke dalam hati kita, sehingga tidak mudah digoyangkan walaupun dengan angin topan yang kuat dan dahsyat.

    Usaha lain yang sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan iman adalah berpuasa sunat, berjuang, berjihad, bersedekah, menziarahi orang sakit atau jenazah dan lain-lain. Kalau amalan-amalan itu dilakukan sesuai dengan adab dan tujuan yang dianjurkan syariat, semuanya akan menambah iman.
    Perlu diingatkan pula bahwa setiap dosa baik kecil maupun besar akan meruntuhkan dan membinasakan iman.

    Rasulullah SAW bersabda:

    Terjemahannya : Bukanlah seorang yang berzina ketika berzina seorang mukmin.(Riwayat Al Bukhari dan Muslim)

    Artinya bila seseorang itu sedang berzina maka imannya akan hilang dan rusak. Jadi bagi mereka yangsangat ingin memelihara dan meningkatkan imannya, janganlah melakukan dosa kecil ataupun besar. Kalau tidak sengaja membuat dosa, maka cepat-cepat istighfar, menyesal dan taubat.

    Iman juga bisa turun setelah naik atau bisa naik setelah turun. Itulah sifat iman kita yaitu iman ilmu. Sebab itu supaya tidak mengalami penurunan, iman mesti selalu dipupuk dengan cara-cara yang telah diuraikan di atas. Siapa yang rajin, maka ia akan selamat. Sebaliknya siapa yang lalai akan menerima akibatnya.

    Saya tegaskan bahwa ibadah-ibadah di atas mesti dilakukan dengan khusyuk dan tawadhuk. Kalau tidak, ibadah itu tidak akan berarti apa-apa. Perbandingannya seperti orang yang lapar kemudian mengambil nasi hanya untuk dipermainkan bukan untuk disuapkan ke mulut. Apakah laparnya akan hilang?
    Begitulah ibadah, kalau tidak dihayati, maka jiwa tidak akan memperoleh apa-apa. Lebih baik tidak shalat sunat kalau dilakukan dengan tergopoh-gopoh. Selain tidak beradab dengan Allah, shalat itu tidak akan berkesan pada hati kita.

    Dengan ibadah-ibadah yang khusyuk kita akan membiasakan hati untuk:

    Membesarkan Allah,
    Mengenal Allah,
    Menghina diri dan malu dengan Allah,
    Takut ancaman Allah dan harap pada nikmat Allah,
    Terasa diawasi Allah,
    Terasa gentar dengan kehebatan Allah di samping rasa cinta kepada-Nya,

    Bila perasaan-perasaan seperti itu sudah tertanam di dalam hati, dengan sendirinya hati kita akan melakukan amal soleh, diantaranya :Bila kita menerima nasib buruk, kita akan redha sebab kita yakin Allah yang telah mentakdirkannya. Selain itu Allah cukup adil dan pengasih kepada makhluk-Nya. Setiap takdir-Nya akan membawa kebaikan, bukan untuk menganiaya dan menyiksa kita. Lagi pula bila dibandingkan nasib buruk itu hanya sedikit sedangkan nikmat-nikmat lain tidak terhitung banyaknya.
    Bila datang ujian, kita akan sabar. Allah menguji kita atas dua maksud:

    a. Untuk menghapuskan dosa

    Sebagai manusia kita akan selalu berdosa baik disadari atau tidak. Jadi sudah selayaknya kita diuji untuk mengingatkan kita agar kejahatan itu jangan terulang kembali. Renungilah, bahwa balasan di dunia pun rasanya tidak mampu untuk ditanggung apalagi balasan di Neraka. Dengan begitu kita akan menerima balasan (ujian Allah itu) dengan tenang sambil mengharapkan ujian itu akan berakhir. Dengan demikian dosa kita akan terampun dan hati kita akan tenang kembali.

    b. Untuk meninggikan derajat kita.

    Kita akan merasa senang kalau mendapat kenaikan pangkat. Jadi kalau ada ujian Allah yang bermaksud menguji kesabaran kita untuk mendapat kenaikan pangkat maka sudah sepatutnya kita terima dengan sabar dan senang hati.

    Bila datang nikmat dari Allah baik lahir maupun batin, maka kita akan bersyukur. Kita akan merasakan bahwa kesenangan lahir dan ketenangan jiwa kita semuanya adalah pemberian Allah (kuasa Allah dan nikmat dari-Nya). Keberhasilan yang kita capai merupakan izin dan pertolongan Allah. Karena itu kita selalu merasa berterima kasih kepada Allah. Perasaan itu akan menolong kita untuk ingat serta cinta kepada Allah. Kita akan redha kepada kehendak-Nya. Selain itu kita memperbanyak ibadah-ibadah yang disukai-Nya dan mengorbankan kepentingan kita untuk beribadah kepada-Nya sebagai tanda syukur kepada-Nya.

    Setiap kali selesai berusaha, berikhtiar dan beribadah kepada Allah, kita akan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Allah mempunyai hak mutlak untuk menentukan hasilnya baik atau buruk, berjaya atau gagal. Bahkan diri kita pun berada dalam tangan-Nya. Kita serahkan diri kita kepada-Nya dengan penuh baik sangka kepada-Nya untuk diatur mengikut kehendak-Nya.

    Setiap kali kita membuat dosa, kita akan takut pada Allah. Hukuman Allah di dunia dan di Akhirat pasti menimpa kepada siapa yang berdosa. Hendaklah kita bertaubat (menyesal dan berjanji tidak akan membuatnya lagi). Kemudian, kita mengharapkan pengampunan Allah karena Allah adalah Tuhan yang Maha pemaaf, Maha sopan santun dan lemah lembut.

    Kita akan selalu beradab dan malu dengan Allah yakni senantiasa menunaikan kehendak-Nya dengan penuh takut, rindu, harap dan cinta kepada-Nya. Kita cukup merasa malu untuk sombong kepada-Nya, tidak menghiraukan-Nya dan menjauhi-Nya. Artinya kita senantiasa merendahkan diri terhadap Allah dan khusyuk dalam beribadah. Selain itu kita berhati-hati, bimbang dan cemas, jangan-jangan kita telah membuat kesalahan dengan Allah.

    Kita juga akan selalu merenung dan menyesali diri. Apakah kita sudah mendapat keredhaan dan keampunan dari Allah. Kita yang selalu lalai, lemah serta berdosa, layakkah mendapat keredhaan dan pengampunan-Nya? Waktu untuk beribadah terlalu pendek dibandingkan dengan waktu yang kita gunakan untuk bercakap-cakap kosong, berangan-angan memikirkan bagaimana untuk meluaskan dunia kita, bermegah-megah dengan harta, anak dan pengikut serta bermacam-macam kelalaian lagi.
    Layakkah kita masuk ke dalam Syurga? Belum pernah bulu roma kita tercabut karena berjuang di jalan Allah. Sedangkan ahli syurga seperti Nabi dan para sahabat pernah tercabut gigi, pecah muka, remuk tulang dan hilang nyawa karena berjuang mempertahankan agama Allah. Pengorbanan apa yang telah kita buat yang perbandingannya mampu menebus kita dari api neraka?

    Jika yang kita inginkan, tidak kita peroleh, kita akan redha sebab kita sadar bukan kita yang menunaikan hajat tetapi Allah. Dialah yang memberi dan menyempitkan rezeki. Sebab itu kita tenang, redha dan sabar, sesuai dengan kehendak dari Allah. Renungilah siapa diri kita. Sepatutnya kita merasa lemah, kita merasa tidak mampu menunaikan keperluan kita sendiri tanpa bantuan Allah. Kita merasa malu pula untuk tidak redha dengan Allah.

    Nyawa yang ada pada diri kita itu pun kepunyaan Allah. Kalau Allah matikan kita, tentu akan terasa berat. Semuanya terserah pada Allah. Dengan begitu kita merasa tidak keberatan bila nikmat yang diberi oleh Allah itu sedikit. Kita hanya boleh meminta bukan memaksa. Meminta itu sifat hamba sedangkan memaksa itu sifat tuan.
    Kalaulah perasaan-perasaan (amalan-amalan batin) yang telah diuraikan di atas tidak ada dalam jasad batin kita, itu tandanya mujahadah kita tidak kuat dan ibadah kita belum sampai tujuannya (untuk mendidik jiwa).

    Usaha kita mesti ditambah. Kalau ibadah kita cukup dan sampai pada tujuan, maka kita akan menjadi orang yang bahagia dan selamat dari sakit jiwa. Sebab hanya orang yang mempunyai tasawuf (kerohanian) yang tinggi saja yang mampu mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Mereka lah yang membangun dan mendapatkan syurga untuk dunia dan Akhirat mereka.

    Amalan-amalan mereka lahir dan batin akan menyelamatkan mereka di dunia dan Akhirat. Hati mereka yang selamat di dunia, juga akan selamat di Akhirat. Mereka akan mendapat kemanisan iman, kelezatan beribadah karena hatinya benar-benar cinta Allah dan Rasul serta benci kepada mungkar dan maksiat. Bersabda Rasulullah SAW:

    Terjemahannya : Tiga perkara ini, siapa yang memilikinya akan mendapat kemanisan iman:

    1. Mencintai Allah dan Rasul lebih daripada lainnya.
    2. Mencintai seseorang semata-mata karena Allah.
    3. Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan ke Neraka.
    (Riwayat Ahmad, Al Bukhari dan Muslim, At Tarmizi, An Nasai dan Ibnu Majah)

    Bila mendapat kemanisan iman, penderitaan menjadi kecil dan dunia tidak ada lagi dalam ruang hatinya. Hatinya asyik dengan Allah. Itulah yang terjadi pada sahabat-sahabat Rasulullah. Bilal, waktu dijemur di tengah panas serta diazab untuk dipaksa kembali kepada kekufuran, dengan tenang dia menjawab, "Ahad, Ahad." Azab tidak terasa azab lagi.

    Peristiwa lain juga terjadi pada seorang sahabat. Untanya dicuri orang di waktu malam ketika sedang shalat. Dia tidak langsung menghentikan shalatnya. Dia merasa kemanisan iman dan ibadah hingga lupa bertindak terhadap pencuri itu.

    Cerita lain, ada dua orang sahabat yang Rasulullah lantik untuk mengawal tentara Muslimin di satu peperangan di waktu malam. Seorang tidur sementara seorang lagi berjaga dan melakukan shalat. Tiba-tiba datang mata-mata musuh, dan terlihatlah kedua sahabat tadi. Ia menarik busur panah dan memanah sahabat yang sedang shalat.

    Sahabat itu tidak memutuskan shalatnya. Dipanah lagi, sampai tiga kali barulah ia membangunkan sahabatnya dan berkata, "Kalau tidak takut, sesuatu akan menimpa umat Islam niscaya aku tidak berhenti shalat." Begitulah kemanisan iman yang dirasakannya.

    Mujahadatunnafsi terhadap mazmumah kita kepada manusia seperti hasad, dengki, dendam, buruk sangka, mementingkan diri sendiri, gila pangkat, serakah, bakhil, sombong dan lain-lain juga bisa dilakukan dengan cara menentang sifat-sifat itu.

    Dalam buku saya bertajuk Iman dan Persoalannya, telah dinyatakan tiga contoh bagaimana melakukan mujahadah terhadap sifat bakhil, sombong dan takut.

    Di sini akan saya uraikan cara-cara mujahadah terhadap penyakit hasad, dengki, pemarah dan gila dunia.
    Sebelum itu akan dijelaskan bahwa dalam berusaha melawan nafsu itu, kita hendaklah menempuh tiga tingkat :

    1. Takhalli (Mengosongkan atau membuang atau membersihkan)
    2. Tahalli (Mengisi atau menghiasi)
    3. Tajalli (Terasa kebesaran dan kehebatan Allah)

    1. Takhalli

    Di tingkat takhalli kita mesti melawan dan membuang semua kehendak-kehendak nafsu yang rendah dan dilarang Allah. Selagi kita tidak mau membenci, memusuhi dan membuangnya jauh-jauh dari diri kita, maka nafsu itu akan selalu menguasai dan menghambakan kita.

    Sabda Rasulullah SAW :Terjemahannya : Sejahat-jahat musuhmu ialah nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu. (Riwayat Al Baihaqi)

    Karena kejahatannya itu telah banyak manusia yang ditipu dan diperdaya untuk tunduk, bertuhankan hawa nafsu. Itu diceritakan oleh Allah dengan firman-Nya :

    Terjemahannya : Apakah tidak engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsu menjadi Tuhan lalu dia disesatkan Allah.(Al Jaatsiah: 23)

    Apabila nafsu dibiarkan menguasai hati, iman tidak memiliki tempat. Bila iman tidak ada, manusia bukan lagi menyembah Allah, Tuhan yang sebenar-benarnya tetapi menyembah hawa nafsu.
    Oleh itu usaha melawan hawa nafsu jangan dianggap ringan. Itu adalah satu jihad yang sangat besar. Ingatlah sabda Rasulullah SAW pada sahabat-sahabatnya ketika pulang dari satu medan peperangan :

    Terjemahannya : Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar. Sahabat bertanya, "Peperangan apakah itu?" Baginda berkata, "Peperangan melawan hawa nafsu."(Riwayat Al Baihaqi)

    Melawan hawa nafsu sangat susah. Mungkin kalau nafsu itu ada di luar jasad kita dan bisa kita pegang, mudahlah kita menekan dan membunuhnya sampai mati. Tetapi nafsu kita itu ada di dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita. Karena itu tanpa kesadaran dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti dikalahkan untuk diperalat sekehendaknya.
    Seseorang yang dapat mengalahkan nafsunya akan meningkat ke taraf nafsu yang lebih baik. Begitulah seterusnya hingga nafsu manusia itu benar-benar dapat ditundukkan kepada perintah Allah.

    Untuk lebih jelas akan saya sebutkan tingkat-tingkat nafsu manusia sebagaimana iman itu pun bertingkat-tingkat. Saya sebutkan dari tingkat yang serendah-rendahnya yaitu nafsu amarah, nafsu lawwamah, nafsu mulhamah, nafsu mutmainnah, nafsu radhiah, nafsu mardhiah dan nafsu kamilah.
    Kita yang berada pada tingkat iman ilmu, berada di taraf nafsu yang kedua yakni nafsu lawwamah. Kita mesti berjuang melawan nafsu itu hingga tunduk sepenuhnya kepada perintah Allah. Paling minimal mencapai nafsu mulhamah dan nafsu mutmainnah, yaitu nafsu yang ada pada diri seseorang beriman ayan.

    Di tingkat iman itu saja kita akan dapat menyelamatkan diri dari siksaan Neraka. Itu dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam firman-Nya :

    Terjemahannya : Hai jiwa yang tenang (nafsu mutmainnah) kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diredhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam Syurga-Ku. (Al Fajr 27-30)

    Nafsu jahat dapat dikenal melalui sifat keji dan kotor yang ada pada manusia. Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar itu dikatakan sifat mazmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu ialah sum’ah, riya', ujub, cinta dunia, gila pangkat, gila harta, banyak bicara, banyak makan dan mengumpat.

    Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Kalau kita malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.

    Bagaimana pun membuang sifat mazmumah dari hati tidaklah semudah membuang daki di badan. Hal itu memerlukan latihan jiwa yang sungguh-sungguh, didikan yang terus menerus dan petunjuk yang berkesan dari guru yang mursyid yakni guru yang dapat membaca dan menyelami hati murid-muridnya hingga ia tahu apakah kekurangan dan kelebihan murid itu. Malangnya di akhir zaman ini, kita tidak memiliki guru yang mursyid.

    Nasib kita hari ini seperti nasib anak-anak ayam yang kehilangan induk. Tidak ada yang akan menunjukkan jalan kebaikan yang ingin kita tempuh. Meraba-rabalah kita dalam kegelapan.
    Tetapi bagi orang yang mempunyai keinginan yang kuat untuk membersihkan jiwanya, ia tidak akan kecewa bila tidak ada orang yang bisa mendidik dan memimpinnya. Ia akan sanggup berusaha demi kesempurnaan diri dan hidupnya sendiri.

    2. Tahalli

    Tahalli berarti menghias, lawan kata bagi takhalli. Sesudah kita mujahadah yakni mengosongkan hati dari sifat terkeji atau mazmumah, kita mesti segera menghias hati dengan sifat-sifat terpuji atau mahmudah.
    Supaya mudah difahami mari kita gambarkan hati kita sebagai sebuah mangkuk. Selama ini mangkuk itu berisi sifat-sifat mazmumah. Setelah kita mujahadah maka sifat itu keluar meninggalkan mangkuk kosong. Waktu itulah kita masukkan ke dalam mangkuk itu sifat mahmudah.

    Di antara sifat-sifat mahmudah yang patut menghias hati kita ialah jujur, ikhlas, tawadhuk, amanah, taubat, bersangka baik, takut pada Allah, pemaaf, pemurah, syukur, zuhud, tenggang rasa, redha, sabar, rajin, berani, lapang dada, lemah lembut, kasih sayang sesama mukmin, selalu ingat mati dan tawakal.

    Untuk menghias hati dengan sifat mahmudah kita sangat memerlukan mujahadah. Di tegaskan sekali lagi bahwa bila dalam tingkat mujahadah kita masih terasa berat dan susah, maknanya belum ada ketenangan dan kelezatan yang sebenarnya. Insya Allah kalau kita sungguh-sungguh, lama kelamaan akan menyatu dengan hati kita dan akan terasalah lezatnya.

    Cara-cara mujahadah dalam tahalli sama seperti kita mujahadah untuk takhalli. Misalnya kita mau mengisi hati dengan sifat pemurah, maka kita mujahadah dengan mengeluarkan harta atau barang kita terutama yang kita sukai dan sayangi untuk diberikan kepada yang memerlukan. Awalnya tentu terasa berat dan susah tetapi janganlah menyerah. Kita mesti melawan. Tanamkan dalam hati bagaimana orang-orang muqarrobin berebut untuk mendapat pahala sedekah.

    Sayidatina Aisyah r.a. di waktu tidak memiliki apa-apa untuk dimakan, beliau mencoba untuk mendapatkan hanya sebelah kurma untuk disedekahkan. Begitu besar keinginan mereka pada pahala dan rindu kepada Syurga. Mereka berlomba-lomba menyahut pertanyaan Allah SWT :

    Terjemahannya : Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik nanti Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.(Al Hadid : 11)

    Setiap kali kita merasa sayang pada harta kita setiap itu pula kita mengeluarkannya. Insya Allah lama-kelamaan kita akan memiliki sifat pemurah. Begitu juga dengan sifat-sifat yang lain seperti kasih sayang, berani, tawadhuk, pemaaf, zuhud dan semua sifat-sifat mahmudah yang lain perlu kita miliki. Untuk itu mesti bermujahadah. Jika tidak, iman akan ikut tiada sebab iman berdiri di atas sifat-sifat mahmudah.

    3. Tajalli

    Sebagai hasil mujahadah dalam takhalli dan tahalli kita memperoleh tajalli yaitu sejenis perasaan yang datang sendiri tanpa memerlukan usaha lagi.
    Agak sukar untuk ditulis apa arti tajalli sebenarnya, sebab merupakan sejenis perasaan (zauk) yang hanya mungkin dimengerti oleh orang-orang yang merasakannya. Seperti manisnya gula, tidak dapat digambarkan dengan tepat kecuali dengan merasakan sendiri gula tersebut.

    Tajalli secara ringkas ialah perasaan tentram, tenang dan bahagia. Hati seakan-akan terbuka, hidup, melihat dan merasa kehebatan Allah. Hati selalu teringat dan rindu pada Allah. Harapan dan pergantungan tidak pada selain Allah. Seluruh amal bakti adalah karena dan untuk Allah semata-mata. Apa pun masalah hidup, dihadapi dengan tenang dan bahagia. Kesusahan apa pun tidak terasa dalam hidupnya sebab semua itu dirasakan sebagai pemberian dari kekasihnya, Allah SWT.

    Akhirnya bagi orang-orang yang beriman, dunia ini sudah terasa bagai Syurga. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan sejati dan abadi yaitu kebahagiaan hati. Firman Allah:

    Terjemahannya : Hari kiamat yaitu hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna kecuali mereka yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera.(Asy Syuara : 88-99)

    Setelah kita menguraikan tentang proses pembersihan hati, marilah kita melihat cara-cara untuk mujahadah terhadap beberapa penyakit hati.

    1. HASAD DENGKI

    Hampir semua orang dihinggapi penyakit hasad dengki. Cuma bedanya banyak atau sedikit, bertindak atau tidak. Bahkan ulama-ulama pun terkena penyakit itu bahkan lebih berat lagi. Hasad dengki membuat jiwanya menderita, kecewa dan sakit jiwa. Hatinya merasa tidak selamat di dunia apalagi di akhirat.
    Hadits telah menceritakan tentang enam golongan manusia yang akan tercampak ke dalam Neraka dengan enam sebab. Salah satu dari mereka adalah ulama karena hasadnya.

    Allah SWT menjelaskan tentang orang-orang yang hasad dengki dalam surah Muhammad :

    Terjemahannya : Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau Kami kehendaki niscaya Kami tunjukkan mereka padamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan kamu.(Muhammad : 29-30)

    Tanda adanya hasad dengki dalam diri kita ialah apabila orang lain mendapat kejayaan, maka kita akan sakit hati dan bila orang lain mendapat bencana kita akan merasa senang. Bahaya hasad dengki adalah seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :Terjemahannya : Sesungguhnya hasad itu memakan amalan kebaikan seperti api memakan ranting kayu kering.

    Bila kita saling hasad dengki, kita akan hina-menghina, fitnah-memfitnah, benci-membenci, dendam-mendendam, jahat sangka dan mengadu domba. Kesemuanya akan mendatangkan dosa-dosa dan menghapuskan kebaikkan lainnya.

    Seseorang yang membiarkan dirinya berada dalam hasad dengki adalah penjahat dan perusak serta pemecah-belah persaudaraan antara manusia. Dia juga seorang yang paling biadab dengan Allah SWT. Sadar atau tidak, dia sebenarnya benci kepada Allah. Walau sebanyak apa pun shalatnya, puasanya, hajinya dan hebat perjuangannya tetapi di sisi Allah tetaplah dia ahli Neraka.
    Pernah sahabat-sahabat bertanya Rasulullah SAW :

    Terjemahannya : Sesungguhnya ada seorang wanita yang berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat tahajjud tetapi selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. Jawab baginda Rasulullah : "(Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli Neraka."

    Orang yang banyak bertahajjud dan berpuasa sunat pun masuk Neraka karena hasad dengki, apalagi kita yang tidak bertahajjud, puasa sunat, masih cinta dengan hasad dengki dan umpat-mengumpat.
    Kalau betul kita beriman kepada Allah dan takut akan Neraka, insaflah akan kejahatan hati kita itu dan marilah kita memperbaikinya dengan melakukan mujahadatunnafsi.

    Allah berfirman :Terjemahannya : Hai orang yang beriman, janganlah satu kaum menghina kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah pula wanita-wanita menghina wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang dihina) itu lebih baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman (seperti hai fasik, kafir dan lain lain) dan barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al Hujurat : 11)

    Terjemahannya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dari banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al Hujurat: 12)

    Begitulah bujukan Allah pada kita supaya kita tidak lagi hasad dengki, mengumpat dan buruk sangka.
    Langkah-langkah yang mesti kita lakukan untuk mujahadah terhadap hasad dengki diantaranya ialah :
    1. Setiap kali orang yang kita dengki itu memperoleh kejayaan, kita kunjungi dia untuk mengucapkan tahniah (selamat) dan bergembira bersamanya. Sebaliknya apabila orang itu mendapat bencana, kita kunjungi juga untuk mengucapkan takziah(turut berduka) dan ikut bersedih bersamanya.
    2. Sanjung dan pujilah kebaikan dan keistimewaan orang yang kita hasad dengki itu di belakangnya dan kalau ada kesalahan dan keburukannya kita rahasiakan.
    3. Selalu datang dan berilah hadiah kepada orang yang kita dengki itu.
    4. Kalau ada orang mencoba menjatuhkan orang yang kita dengki itu, kita mesti membelanya. Jangan melayani orang atau syaitan yang hendak merusak mujahadah kita.
    5. Berdoalah pada Allah SWT agar memudahkan kita mengobati penyakit dengki yang ada dalam diri kita itu.

    Ingatlah selalu firman-Nya :

    Terjemahannya : Dan mereka yang bermujahadah pada jalan Kami niscaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami itu. (Al Ankabut : 69)

    Timbulnya hasad dengki kita pada seseorang adalah karena orang itu mempunyai keistimewaan dan kelebihan yang lebih daripada apa yang ada pada diri kita. Bila kita terasa orang itu telah mengalahkan kita dalam perjuangan atau perlombaan maka datanglah rasa dengki itu. Sebaliknya tidak akan terjadi begitu, kalau kita beriman dengan Allah, yakin akan keadilan-Nya mengatur pemberian kepada hamba-hamba-Nya, kita tidak akan merasa dengki lagi.

    Firman Allah :Terjemahannya : Janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (An Nisa’ : 32)

    Allah yang melebihkan dan mengurangkan pemberian-Nya kepada seseorang. Dan Allah Maha adil atas pemberian yang lebih dan kurang itu. Dia bermaksud menguji kita. Siapa yang sadar bahwa dirinya adalah hamba, ia akan senantiasa bersyukur pada nikmat yang diperoleh, redha dengan takdir dan sabar menghadapi ujian.

    Dalam hadits Qudsi Allah berfirman :

    Terjemahannya : Barangsiapa tidak redha terhadap takdir yang terjadi dan tidak sabar terhadap bala (cobaan) dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku. (Riwayat : At Tabrani)

    Dalam Al Quran Allah berfirman :
    Terjemahannya : Dialah yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu siapa antara kamu yang lebih baik amalnya dan Dia maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(Al Mulk: 2)

    Itulah maksud Allah menjadikan hidup yang sementara.
    Firman-Nya lagi :
    Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insan: 2)

    Kalau Allah melebihkan seseorang dari kita, artinya Allah mau menguji apakah kita sabar dan redha dengan kekurangan yang Allah takdirkan. Dan kalau Allah melebihkan kita daripada seseorang, artinya Allah mau menguji kita, apakah kita bersyukur terhadap nikmat itu atau sebaliknya sombong, congkak, dan lupa diri sebagai hamba Allah.

    Kalau begitu mengapa hasad dengki? Kalau kita masih hasad dengki artinya kita tidak redha dengan Allah. Kita tidak senang dengan peraturan-Nya dan tidak menerima kehendak-Nya. Sebab itu orang yang hasad dengki bukan saja bermusuhan dengan orang lain tetapi juga bermusuhan dengan Allah. Biadab dengan manusia dan biadab dengan Allah maka layaklah menjadi ahli Neraka.

    2. PEMARAH

    Sifat pemarah berasal dari sifat sombong (ego). Semakin besar ego seseorang itu semakin besar pemarahnya. Itu berkaitan pula dengan kedudukan seseorang.
    Kalau tinggi kedudukannya, besar pangkatnya, banyak hartanya, ramai pengikutnya maka makin tinggi egonya dan pemarahnya makin menjadi-jadi. Sebaliknya seseorang yang rendah taraf kedudukannya akan kurang rasa egonya, maka kurang juga sifat pemarahnya.

    Lihatlah perbedaan antara seorang ayah dengan anaknya. Jarang kita dengar bahwa anak memarahi ayah. Yang selalu terjadi adalah ayah memarahi anak. Atau antara tuan rumah dengan pembantunya. Tidak pernah pembantu marah pada tuannya tetapi tuan sering marah pada pembantunya. Atau seperti murid dengan guru. Murid tidak pernah marah pada gurunya tetapi guru sering marah pada muridnya.
    Sebagai contoh yang lain, kepala kantor dengan pegawainya. Jarang pegawai marah pada 'boss'nya tetapi boss sering marah pada anak buahnya. Begitulah seterusnya. Jarang kita temui seorang ayah, guru, kepala kantor, tuan rumah dan seorang pemimpin yang tidak bersifat pemarah terhadap orang-orang di bawah mereka.

    Pendeknya sifat pemarah itu ada pada setiap diri kita seperti halnya hasad dengki. Pemarah adalah sifat mazmumah yakni sifat terkeji. Pemarah bisa memecah-belahkan hati manusia. Sebab itu seorang yang pemarah adalah seorang yang biadab terhadap Allah SWT.
    Kenapa mesti marah? Coba kita renungkan sebuah bait gubahan seorang mujahid:
    Takdir Allah sudah putus dan keputusan Allah sudah terjadi. Istirahatkan hati dari kata-kata 'barangkali' dan 'kalau'.

    Setiap kesalahan dan kelemahan manusia pada kita adalah ujian Allah untuk kita. Allah mau melihat siapa yang mampu menahan rasa malunya kepada Allah sambil mengucapkan, "Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun." Mari kita lihat bagaimana tindakan seorang mukmin sejati terhadap takdir-takdir buruk yang menimpa hidupnya :

    Ahnaf bin Qais adalah seorang yang lemah lembut. Beliau ditanya orang, dengan siapakah beliau belajar berlemah lembut itu?

    Ahnaf menjawab : Dengan Qais bin Asim, yaitu pada suatu hari ketika Qais bin Asim sedang beristirahat masuklah jariahnya (hamba) membawakan Qais panggang besi berisi daging panggang yang masih panas. Belum sempat diletakkan di depan Qais tanpa sengaja besi pemanggang itu jatuh menimpa anak kecil Qais. Anak itu menjerit-jerit kesakitan dan kepanasan hingga meninggal dunia. Qais dengan tenang melihat kejadian yang menyayat hati itu dan berkata kepada hamba yang pucat mukanya, "Aku bukan saja tidak marah kepada kamu, tetapi mulai hari ini aku memerdekakan kamu."

    "Begitulah sopan santun dan lemah lembutnya Qais bin Asim," kata Ahnaf bin Qais mengakhirkan ceritanya.

    Bukannya Qais tidak sayang pada anaknya tetapi hatinya senantiasa melihat pengaturan Allah dan senantiasa merasakan setiap kejadian adalah takdir dari Allah. Ia senantiasa sabar dengan Allah, redha dengan Allah serta merasa kehambaan pada Allah. Rasa malu, hina dan takut dengan kekuasaan Allah membuat Qais tenang menghadapi kematian anak yang disebabkan kelalaian hambanya.

    Hati Qais memandang kejadian itu sebagai ujian Allah ke atas dirinya. Barangkali untuk penghapusan dosa atau untuk mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT. Karena itu hatinya tenang. Dia (Qais) redha dengan ujian itu malah dengan ujian itu ia merasakan mendapat peluang untuk mendekatkan lagi hatinya pada Allah SWT. Sebab itu dia tidak nampak lagi kesalahan hambanya.

    Bukan saja dia tidak marah bahkan merasa kasihan pada jariah yang ketakutan itu, memaksa Qais untuk membebaskan hambanya. Dia hanya nampak ketentuan Allah yang wajib diterima tanpa tanya jawab (komentar) dan tanpa 'kalau' lagi. Demikianlah rasa kehambaan yang menghias hati dan ruh Qais, seorang yang cukup berakhlak terhadap Allah SWT dan terhadap manusia (hambanya).
    Demikianlah rasa marah itu lahir dari perasaan 'ketuanan' yang ada dalam hati kita. Kita merasa kita yang lebih besar, lebih mulia, lebih hebat dari orang lain. Tanpa perasaan-perasaan itu tidak mungkin kita menjadi pemarah. Kita akan berlemah lembut, memaafkan kesalahan orang dan bertenggang rasa dengan sesama manusia.

    Sesama manusia mempunyai asal yang sama. Kita datang ke dunia melalui jalan yang gelap, lubang kencing yang hina tanpa sedikitpun harta, dalam keadaan busuk, amis, bodoh, dungu, tuli, bisu, buta, lemah dan hina sekali.

    Firman Allah :
    Terjemahannya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. Moga-moga kamu bersyukur. (AnNahl : 78)

    Kemudian Allah juga mencantikkan kita dan memberi sedikit kelebihan. Kepandaian dan keistimewaan itu Allah pinjamkan sebentar saja. Tujuannya supaya kita dapat beribadah dan berbakti menurut kehendak-Nya (bersyukur). Bukan supaya kita merasa lebih mulia, lebih hebat, hingga datang perasaan-perasaan sombong, riya', bengis dan pemarah kepada orang lain yang agak kurang dari kita.

    Sebaiknya bila kita merasa mempunyai kelebihan, kita menjadi takut pada Allah. Takut kalau nikmat itu digunakan secara salah sehingga durhaka kepada Allah Taala dan berdosa pada manusia. Takut kalau nikmat itu menjadikan hati kita merasa 'tuan' sehingga timbul sifat ego yang besar, yang akan melahirkan bermacam-macam mazmumah yang sangat dibenci oleh Allah. Firman-Nya :

    Terjemahannya : Dalam hati mereka terdapat penyakit kemudian Allah tambahkan penyakit mereka. (Al Baqarah : 10)

    Kita mesti mengobati penyakit hati kita. Artinya kita mesti membuang rasa 'ketuanan' kita yaitu dengan melakukan mujahadatunnafsi.

    Mula-mula kita mesti rasa malu kepada Allah. Perbandingannya adalah kalau ada orang penting di rumah kita, sanggupkah kita memarahi isteri kita di depan orang itu? Tentu tidak. Terlebih lagi terhadap Allah, karena Allah senantiasa melihat bahkan senantiasa bersama kita. Kalau kita yakin akan hal itu tentu kita tidak akan menjadi pemarah sebab kita tahu Allah tidak suka kita menjadi pemarah. Rasa malu dan takut kepada Allah akan membuat kita senantiasa berlemah-lembut dan memaafkan kesalahan orang kepada kita.

  15. Bila datang rasa hendak marah, maka katakan pada diri kita, "Ya Allah, aku tahu pemarah itu adalah hina di sisiMu. Tolonglah pelihara diriku dari kejahatan nafsu dan selamatkan aku dari api Neraka."
  16. Sesudah itu kita diam. Jangan marah tetapi banyakkan zikir dan ingat kebesaran Allah. Allah Tuhan yang Maha Besar itu pun bersifat sangat pemaaf. Kalau begitu layakkah kita menjadi pemarah? Bukankah kita hamba yang hina dina?
  17. Kita harus insaf bahwa setiap manusia termasuk diri kita sendiri, memiliki kelemahan dan kekurangan. Kalau hari ini orang bersalah pada kita, maka tidak mustahil bahwa satu saat nanti kita akan bersalah dengan orang lain. Kalau kita bersalah kita tidak suka orang lain memarahi kita. Begitulah juga kalau orang lain yang bersalah dengan kita, dia tentu tidak suka kalau dimarahi. Karena itu tegurlah dengan lemah lembut dan kasih sayang.

Firman Allah :
Terjemahannya : Maka katakanlah (hai Musa dan Harun) kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat dan takut (Thaha : 44)

Sebegitu jahat dan kufurnya Firaun terhadap Allah, namun Allah masih perintahkan kepada Nabi-Nya supaya berlemah lembut. Sebab hanya dengan lemah lembut, hati manusia menjadi lembut, insaf dan takut.

Sebaliknya kalau kita kasar bukan saja orang yang lain tidak menerima teguran kita bahkan dia akan benci dengan kekerasan kita. Di sisi Allah kekerasan kita akan tercatat. Dan di sisi Allah kita akan tercatat sebagai orang yang tidak berakhlak dan tidak berhikmah, padahal Allah memerintahkan kita supaya berhikmah :

Terjemahannya : Serulah (semua manusia) kepada Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan pengajaran yang baik dan berhujjahlah dengan mereka secara yang paling baik.(An Nahl : 125)

3. GILA DUNIA

Gila dunia adalah penyakit hati atau satu mazmumah yang menghalangi kita untuk mendekatkan hati dengan Allah (yakni menghalang untuk mencapai derajat kerohanian yang tinggi).
Seorang pencinta dunia adalah seorang yang hatinya dipenuhi keinginan untuk meluaskan serta memperbanyak ketinggian dan kekayaan di dunia sehingga fikirannya senantiasa bekerja untuk tujuan itu dan secara lahir ia bekerja keras untuk itu.

(Dunia ialah segala sesuatu yang tidak ada manfaatnya untuk Akhirat. Sebaliknya perkara apa saja yang bisa digunakan untuk akhirat maka tidak lagi disebut dunia).

Lawan dari penyakit gila dunia adalah sifat zuhud yaitu hati yang tidak memiliki keinginan kepada sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat.

Firman Allah :

Terjemahannya : Itulah negara Akhirat (syurga) yang Aku jadikan (syurga itu) untuk orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian dan kerusakan di muka bumi ini.(Al Qashash : 83)

Hati yang tidak memiliki keinginan untuk menjadi 'tuan' dan tidak pula ingin untuk melakukan kejahatan (kerusakan) di dunia, itulah hati yang selamat dan itulah hati penghuni syurga.

Firman Allah :Hari Qiamat (hari manusia meninggalkan dunia) adalah hari di mana harta dan anak-anak tiada memberi manfaat kecuali mereka yang datang menghadap Allah membawa hati yang selamat. (Asy Syuara’ : 88-89)

Mungkin kita bertanya, "Bagaimana saya bisa membuang keinginan kepada dunia yang indah?" Sebab kita hidup di kelilingi oleh tarikan dunia yang amat menarik dan hati kita pun sangat cinta padanya?
Pertama, ketahuilah bahwa di dunia ini ada yang diharamkan dan wajib kita jauhi. Selain itu ada yang dihalalkan dan tidak berdosa kalau diambil asalkan tidak berlebih-lebihan atau lebih dari keperluan.
Rasulullah SAW pernah menyatakan benci kepada dunia, karena dua perkara.

Sabda baginda :Terjemahannya : Halalnya akan dihisab dan haramnya disiksa (dalam Neraka).
Satu hari ketika baginda berjalan bersama sahabat-sahabat, terlihat oleh Rasulullah seekor bangkai kambing. Baginda bertanya kepada sahabat, "Mengapa bangkai itu dibuang oleh tuannya?"

Sahabat menjawab, "Karena ia tidak berguna lagi maka ia dibuang dan tidak dihiraukan oleh tuannya."
Maka bersabda Rasulullah SAW :"Demi Allah yang menguasai diriku, maka dunia itu lebih rendah pada pandangan Allah daripada bangkai kambing pada pandangan tuannya."

Seterusnya baginda bersabda:
"Dunia itu terkutuk dan terkutuk pula apa-apa yang ada di dalamnya kecuali yang digunakan untuk mencari keredhaan Allah."

Karena itu ketahuilah bahwa mengambil dunia lebih dari keperluan atau bukan untuk mencari keredhaan Allah adalah tidak sunnah hukumnya. Dunia akan menjadi hijab antara kita dengan Allah yakni akan membutakan hati dan memisahkan kita dari Allah.

Bagi orang yang menyadari hakikat itu tentu mereka tidak cinta lagi kepada dunia. Dunia yang nampaknya indah itu ternyata buruk sifatnya. Ibarat bunga kembang sepatu, rupa dan warnanya sungguh menarik hati tetapi tidak ada baunya. Atau ibarat perempuan cantik yang jahat tingkah lakunya tentu tidak ada gunanya.

Sebagai orang awam yang tidak kenal sifat dunia ini, tentu kecantikan dunia akan menawan hati kita. Tetapi bagi bijak pandai, yaitu orang-orang arif seperti Nabi dan Rasul, para muqarrobin dan solihin, mereka sangat kenal pada dunia ini, terutama tentang keburukan dan kehinaannya. Sebab itu mereka zuhud terhadapnya. Mereka mengambil sebagian dari dunia, yaitu yang tidak boleh tidak mesti diambil.

Selebihnya adalah seperti najis pada mereka, sebab itu mereka membuangnya.
Tugas kita sekarang adalah mujahadah dengan nafsu gila dunia itu. Kita lawan keinginan rendah itu hingga ia tewas. Barulah keinginan kita kepada Allah dan hari Akhirat akan timbul dan menyala dalam dada kita.

Langkah-langkah yang perlu diambil antaranya :

Harta, uang, pakaian, makanan, kendaraan, tempat tempat tinggal dan lain-ain kekayaan kita yang halal, yang kita letakkan di bank selama ini hendaklah kita gunakan untuk mencari keredhaan Allah.
Kedudukan kita, jabatan, pangkat, nama yang masyhur, pengaruh dan ketinggian apa saja yang memungkinkan kita merasa 'tuan' di dunia ini hendaklah digunakan untuk mencari keredhaan Allah, baik untuk menegakkan hukum Allah, menggiatkan dakwah Islamiah, berlaku adil dan ikhlas dalam mengatur kegiatan dakwah serta membuka peluang-peluang untuk Islam dan umatnya.

Hentikan dari usaha-usaha mencari kekayaan dan ketinggian dunia hanya karena keindahan duniawi tetapi arahkan usaha itu kepada agama Allah untuk negara Akhirat yang kekal abadi.
Bagikan isi dunia yang datang pada kita untuk hamba-hamba Allah yang lebih memerlukannya.
Kosongkan hati kita dari keinginan kepada kekayaan dan ketinggian duniawi.

Mohonlah selalu hidayah dan taufik dari Allah agar kita menjadi seorang yang zahid yang berilmu, menolak dunia karena Allah sebagaimana telah yang disunnahkan oleh junjungan mulia Muhammad SAW.
Sabda baginda :

Dua rakaat shalat seorang alim yang hatinya zuhud lebih baik dan lebih disukai Allah dari ibadah orang-orang abid yang dilakukan selama umur dunia karena ibadah tanpa ilmu tiada bernilai.

Firman Allah SWT :
Terjemahannya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia berbagai keinginan kepada wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (Syurga). Katakanlah, maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu. Untuk orang-orang yang bertakwa terhadap Tuhan mereka ialah Syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula) isteri-isteri yang disucikan serta mendapat keredhaan Allah dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Mereka itu selalu berdoa, "Ya Tuhan kami sesungguhnya kami telah beriman maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa Neraka."(Ali Imran : 14-16)
Bersabda Rasulullah SAW maksudnya :
Sesungguhnya Allah suka memberi keduniaan dengan sebab amalan Akhirat tetapi kalau amalnya khusus untuk dunia maka tidak akan diberi Akhirat.

Spiritual by Kuliah Ilmu Ghaib