“Tujuan dari semua ilmu pengetahuan adalah satu dan hanya sat. Engkau harus tahu siapa dirimu pada hari pengadilan Engkau boleh mengetahui segala sesuatu, tetapi bila engkau tidak mengenal dirimu sendiri, engkau bodoh”.
Manusia itu bodoh karena ia tidak mengenal dirinya sendiri. Manusia boleh menguasai segala sesuatu yang ada di dunia, tetapi bila ia tidak tahu menahu tentang jiwanya, maka seluruh hidupnya sia-sia belaka.
Tujuan hidup manusia adalah untuk bersatu dengan Tuhan dengan jalan mengingat Tuhan, merasa bahagia dengan keadaan itu dan mengasihi Dia beserta ciptaan-Nya.
Tetapi, dengan memalingkan mukanya dari Tuhan, manusia menjadi hampa-kasih dan menjadi musuh sesamanya.
Manusia yang sayoganya menjadi pecinta atau bakti Tuhan kemudian menjadi pengayom dari kepercayaan palsu dan bersifat keduniawian. Bahkan keduniawian berarti memalingkan diri dari Tuhan dan mencintai serta mendengarkan yang lain ?
“ketahuilah apa artinya keduniawian” yaitu memutuskan hubungan dengan Tuhan, memikirkan tentang segala sesuatu kecuali kasih akan Dia dan mendengarkan akan hal- hal lain kecuali pujian bagi Dia”
semua agama mengkhotbahkan kebenaran etika dan kerohanian yang sama untuk umat manusia. Ajaran pokoknya adalah bahwa manusia harus berkelakuan baik, percaya kepada Tuhan dan berhubungan denga Dia.
Tetapi mereka tidak memberi tahu bagaimana para guru Agama itu telah mencapai puncak kerohanian dan bagaimana kita dapat mencapainya, Mereka menekankan pentingnya untuk mancapai kitab-kitab suci, tetapi mereka tidak menerangkan bagaimana kita juga dapat mengalami semua hal yang diuraikan dalam kitab suci itu serta mereka tidak membawa kita ke kapal itu.
Dalam dunia seperti itu, para suci menunjukan Rahasianya dan memberitahukan jalan yang mudah untuk mencapai kenyataan yang terdapat dalam diri setiap umat manusia.
Mereka mengatakan, jalan itu telah diciptakan oleh Tuhan dan telah ada sejak permulaan ciptaan. Itu bukan buatan manusia
Para suci mengatakan bahwa Tuhan memang ada dan bahwa semua agama berusaha untuk menyatukan diri dengan Dia. Jalan penyatuan diri dengan Tuhan itu di sebut Agama “Religion” (Agama) berasal dari kata `religare` yang berarti ‘menyatukan’ atau ‘mengikat’. Tujuannya yang sejati sudah terkandung dalam makna kata itu sendiri.
Tuhan merupakan lautan kehampaan yang tak terbatas, tak terhingga dan maha tembus. Selama pikiran kita tidak sama sekali diam, jiwa tidak dapat menghayati kesunyian yang memancarkan Suara sunyi atau sabda. Dan dengan menghubungi sabda itu, jiwa kita akan menyatu dengan kesunyian itu. Begitulah rahasiah kesunyian.
Namun demikian akal budi tidak dapat memahami hal-hal yang kekal abadi. Itu hanya dapat di pahami oleh jiwa dan hanya dapat dilihat dengan cara masuk ke dalam. Kita tidak dapat membayangkan Tuhan, kerena Ia berada di luar jangkauan pikiran dan akal budi..
Bagaimanakah kita dapat menyatu dengan Tuhan (Alloh) ? Tuhan yang tidak terbatas, yang melampaui semua ini, yang terbesar dari segala yang besar, mengambil wujud yang terkecil diantara segala yang terkecil, dan menempatkan dirinya dalam hati manusia. Kebenaran ini menakjubkan karena Tuhan yang Maha Besar tak terhingga dan Maha Kuasa, membiarkan Dirinya terkurung dalam hati manusia.
Jika kekuasaanmu sebagai manusia disatukan dengan kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas, engkau jadi maha besar dan maha kuasa, engkau menunggal dengan Tuhan.
Proses yang menyatukan Tuhan dengan dirimu di sebut Bakti, jalan pengabdian .
Bila engkau dekat dengan Tuhan dan bila engkau disayang Tuhan , engkau akan memperoleh kasih-Nya, dan segera semua sifat burukmu akan lenyap dan diganti dengan sikap sifat-sifat yang baik yang merupakan
Kembangkanlah kasihmu sehingga engkau selalu makin dekat dengan Tuhan dan makin di cintai Tuhan.
Cara termudah untuk mendekatkan diri pada Tuhan ialah dengan mengingat Dia pada waktu melihat, mengatakan, dan malakukan apapun saja.
Hanya melalui pengabdian sepenuh hati, engkau dapat memahami Aku, engkau dapat melihat Aku yang sesungguhnya, dan engkau dapat masuk ke dalam Aku serta manunggal dengan Aku (Tuhan).
Menurut Al-Quran : dan kami (Alloh) lebih dekat kepadanya dari pada Urat leher nya : Q.S Qaat (50 ayat 16)
Dan dialah (Alloh) bersama kamu di mana saja kamu berada. (Q.S Al-Hadiid (57 ayat 4)
barang siapa yang menharapkan untuk menemui Alloh, maka janji Alloh akan datang, Dia Maha mendengar dan Maha Mengetahui. Al-Ankabut (29 ayat 5)
hai manusia, sesungguhnya kamu harus mengusahakan diri dengan ketekunan yang setekun- tekunya sehingga sampai kepada Tuhanmu lalu kamu menemui-Nya. (Q.S Al-Insyiqaaq (84 ayat 6).
Hubungan Tuhan dan Jiwa
Jika tuhan itu Esa dan ia ada didalam diri kita semua dan jika kita harus mencarinya di dalam tubuh kita, maka jalan yang menuju ketempat tujuan itu, nyaitu Rumah kita, haruslah Satu.
Kita bahkan tidak dapat membayangkan bahwa bagi umat Kristen ada satu jalan yang menuju ke Rumah Tuhan dan bagi umat Hindu atau sikh atau Islam ada jalan lain yang menuju kepada-Nya.
Mungkin saja ada perbedaan di dalam cara penafsiran kita, pengertian kita, tetapi jalan yang menuju kepada-Nya tidak mungkin ada dua jika kita mencari Dia di dalam, kita akan menumukan jalan yang sam, nyaitu jalan Suara dan Cahaya.
Tetapi, jika kita mencari-Nya di luar, maka kita akan melihat bahwa semua orang mempunyai jalannya masing masing yang barangkali tidak akan sampai kemana mana.
Tetapi, pikiran sendiri takluk di bawah kekuasaan indra. Apapun yang diinginkan oleh indra, pikiran patuh kepadanya dan mengikuti iramanya. Dan perbuatan apapun yang dilakukan pikiran di bawah pengaruh indra, jiwa yang sesungguhnya murni dan tak ternoda itu harus memetik buahnya dan menderita akibatnya.
Suami berkata kepada jiwa :
Wahai jiwa, engkau merana, itu aku tau.
Engkau telah menderita sejak engkau berpisah dari
Sabda dan berteman dengan pikiran
Karena bergaul dengan pikiran yang liar,
Engkau tetap terikat kepada tubuh
Dan terperangkap oleh kenikmatan indrawi.
Para suci mengetahui benar keadaan kita yang menyedikan. Meraka tau bahwa kita hidup di alam impian. Karena itu mereka datang untuk mengungkapkan penderitaan dunia yang sebenarnya, mereka mengatakan bahwa ini semua adalah permainnan tuhan, bahwa Ia telah menciptakan segala sesuatu.
Permainan ini dipentaskan diatas panggung impian yang sama sekali tidak nyata, namun demikian, kita terjun ke dalam sandiwara ini dan karena kita melupakan asal usul kita yang sebenarnya, maka kita mengira bahwa dunia ini adalah rumah kita, dan kita saling menjerit, menangis dan tertawa.
Tetapi bila, suatu utang karma kita untuk hidup ini telah lunas, kita berpisah seperti para penyewa rumah penginapan. Kita berpisah satu dengan yang lain setelah menginap untuk waktu yang singkat dan tidak mempunyai hubungan yang kekal dengan siapapun.
Al-Hadiid (57 AYAT 20):
Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan di dunia hanyalah permainan, kelalaian, perhiasan dan kebangga-bangga antara kamu, dan berlomba banyak harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan petani-petani, kemudian (tanamannya) menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancu. Dan di aherat ada azab yang keras dan ada (pula) ampunan dari Alloh dan keridhoan-Nya. Dan tiadalah kehidupan dunia melainkan kesenangan yang menipu.
HUBUNGAN PIKIRAN DAN INDRA
Para suci mengatakan bahwa pikiran adalah perintah terbesar pada jalan pengenalan akan Tuhan. Ia bersifat mementingkan diri sendiri menyukai kesenangan dan ia licik. Ia lupa bahwa kehadirannya di dunia ini hanyalah seperti buih yang dapat pecah setiap saat, dan bahwa tubuh yang membungkusnya akirnya akan musnah.
Kecendrungannya untuk keluar dan turun telah mengikatnya kapada benda benda duniawi yang fana. Semua perbuatannya yang baik maupun yang buruk hanya mengakibatkan jiwa terus menerus mengalami kelahiran dan kematian (inkar nasi). Pikiran adalah musuh yang paling mematikan, namun ia adalah pelayan yang paling berguna. Bila ia sedang liar dan tak terkendalikan dan dibina secara benar, maka kemampuannya tak mengenal batas. Untuk melangkah menuju pembebasan, disarankan agar kita berani “mengubah pikiran, dari musuh menjadi teman”.
Agar dapat menguasa, kita harus mempelajari sifatnya. Secara gegabah dan nekad, pikiran ingin mengalami dan menikmati segala sesuatu. Tetapi, tidak ada satupun yang dapat memuaskan ketamakannya. Perolehan berupa harta dan kekuasaan akan menimbulkan keinginan yang tak ada habisnya.
Semua milik kita menjadi tuan kita dan bukannya budak kita. Semua nafsu itu lambat laun membelengu kita dengan rantai yang kuat dan mengikat kita kepada hal-hal duniawi yang rendah dan mengeraskan hati kita. Meskipun pikiran menyukai kesenangan, tidak ada satu kesenanganpun yang dapat memuaskannya untuk selama lamanya. Ia akan melepaskan yang satu setelah ia lihat atau memperoleh kesenangan lain yang lebih baik.
Karena itu, selama ia tidak menemukan sesuatu yang jauh melebihi kesenangan yang telah ia punyai, maka ia tidak dapat melepaskannya. Jika tidak, ia harus melepaskannya dahulu sebelum ia melekat kepada sesuatu yang lain, maka ia akan memberontak dan melawan, kemudian akan kembali lagi kepada kesenangan dan kenikmatan dengan kekuatan ganda. Keinginan dan idaman kita tak ada habisnya, dan kita harus datang kembali ke dunia ini untuk memenuhinya, bahkan sebelum kita meninggalkan tubuh yang satu, tubuh yang lain sudah siap menanti kita. Pada saat kita hampir bebas dari belengu yang satu, belengu yang lain yang lebih erat sudah mengikat kita.
Kita terus menerus digiring oleh malaikat’ulmaut yang tak terlihat itu. Penderitaan apa saja yang tidak kita alami, arus dan pusaran apa saja yang kita tidak hadapi, gelumbang dasyat apa saja yang tidak menerjang kita, amukan topan dan badai apa saja yang harus kita hadapi, dan setiap rantai kehidupan kita yang berikutnya adalah lebih kuat dari pada rantai yang sebelumnya. Kasadaran akan kapalsuan sandiwara ini hanya akan datang pada saat kita bangkit – pada saat kematian kita. Pada saat maut menjemput kita, segala sesuatu di dunia ini – teman dan keluarga, harta dan benda, nama dan kemasyuran, kekayaan dan kepercayaan – akan ditinggalkan.
Setelah itu barulah kita sadar bahwa waktu kita telah kita sia-siakan di dalam maya, nyaitu berusaha untuk memiliki sesuatu yang tidak dapat menganggap maya ini sebagai realitas utama. Kita terus menerus merasa sedih da tidak bahagia, karena jiwa kita yang terpisah dari ( Tuhan ) selalu rindu akan sumbernya.
Para suci selalu mengatakan bahwa didunia tidak ada kesenangan dan ke bahagiaan yang kekal. Dari pada berusaha untuk mencarinya di luar, mereka mengatakan bahwa kita harus berusaha untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan itu di dalam diri kita sendiri. Yang akan menjadi penolong sejati kita, pemelihara sejati kita, bukanlah kecintaan akan yang pana, melainkan kecintaan akan yang kekal, karena hanya itu sajalah yang akan memberikan ketenangan yang abadi, di sini maupun di sana.
AL-An’aam ( 6 AYAT 32 )
Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain permainan dan sendagurau belaka, dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa, maka apakah kamu tidak memahamminya ?