Tidak ada perjalanan yang lurus dan mulus. Semua memiliki hambatan, rintangan, dan tantangan yang berbeda. Di samudera yang luas membentang, ombak dan badai siap menghempaskan dan menenggelamkan. Di daratan, kerikil-kerikil tajam, jalan berlumpur dan berlubang, hingga tebing dan jurang yang curam tersedia untuk menghambat perjalanan. Hingga nan jauh tinggi di udara, awan hitam nan tebal, kabut, hujan dan petir juga dapat menghentikan perjalanan panjang kita.
Namun demikian, perjalanan tak boleh berhenti dan harus terus dilanjutkan, karena ini bukanlah akhir dari perjalanan. Beginilah kehidupan, kita terus berpacu melawan dan mengalahkan setiap rintangan yang datang menghadang. Tak ada kata berhenti, sebab berhenti sama maknanya dengan menunggu dan menjemput kehancuran. Berhenti sama dengan mati.
Kisah Syekh Az-Zamakhsyari dan Semut
Syekh Az-Zamakhsyari adalah seorang ulama yang ahli dari banyak cabang ilmu pengetahuan agama dalam sejarah Islam. Namun beliau lebih terkenal sebagai ulama ahli gramatika bahasa arab (nahwu). Bagi Syeikh Az-Zamakhsyari, menjadi seorang yang menguasai ilmu bahasa merupakan prestasi dan keberhasilan yang luar biasa. Betapa tidak, sejak usia dini telah mempelajari ilmu nahwu, tetapi hingga dewasa beliau tak kunjung paham dengan ilmu yang dipelajarinya.
Bayangkan selama bertahun-tahun belajar, untuk membedakan antara subyek (fa’il) dan obyek (maf’ul bih) saja tidak bisa. Sementara teman-temannya telah mampu mengajar untuk adik-adik kelasnya. Kenyataan ini nyaris membuat az-Zamakhsyari putus asa. Ia merasa amat malu dengan usianya yang semakin tua tetapi tidak tahu apa-apa, apalagi dia harus duduk dan belajar dengan anak-anak yang jauh di bawah usianya.
Akhirnya, beliau memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat belajarnya. Ketika beliau telah berjalan cukup jauh, beliau singgah di sebuah gubuk kosong. Ketika sedang beristirahat, beliau melihat seekor semut merah kecil, yang menggigit dan menarik sisa buah kurma yang ukurannya sepuluh kali lipat lebih besar dari ukuran tubuhnya untuk dimasukkan ke sebuah lubang di tanah. Berkali-kali ia melakukannya, namun selalu gagal, sisa kurma itu selalu jatuh ke tanah. Az-Zamakhsyari terpaku dan merasa kagum dengan kelakuan semut yang memiliki keuletan yang luar biasa mengagumkan itu.
Setelah berkali-kali gagal, akhirnya semut itu berhasil juga membawa sisa kurma tersebut masuk ke dalam lubang. Saat itulah terbetik pikiran dalam benak az-Zamakhsyari, ”Seandainya aku melakukan seperti yang semut itu lakukan, niscaya aku akan berhasil.” Setelah mengucapkannya, lalu ia memutuskan kembali belajar dan membatalkan niatnya untuk berhenti. Hasilnya az-Zamakhsyari benar-benar berhasil meraih impian dan cita-citanya. Mimpi dan cita-cita, yang di dalamnya terukir tekad, semangat dan etos kerja. Karakter tersebut memang akan membuat orang tak mau menyerah. Bahkan seekor semutpun menghayati semangat ini, apalagi kita manusia.
Hamparan Bumi Masih Sangat Luas
Terkadang terpaan dan guncangan hidup membuat dunia seakan teramat sangat sempit. Langkah kaki begitu terbatas. Dalam pandangan kita, hanya ada satu pintu, di dalam ruang pengap tanpa cahaya. Dalam masa seperti inilah hanya dengan keimanan kita dapat mencari pintu-pintu lain untuk keluar dari kegelapan. Karena sejatinya dalam setiap masalah tentu terdapat banyak pintu untuk keluar. Karena kesulitan dan kemudahan selalu berjalan berdampingan.
Berhenti dalam sebuah kesusahan adalah jalan menuju kehancuran. Kita ddiciptakan bukan untuk menjadi manusia yang gagal. Karena itu kita harus terus melangkahkan kaki, menapaki setiap celah yang ada. Seperti air yang terus mengalir, mencari celah yang dapat dilewati, lalu diam menggenangi serta mengumpulkan kekuatan untuk merobohkan beton yang menghadang.
Bumi ini masih terlalu luas untuk menampung gerak kita, bumi masih terlalu luas untuk menampung beragam upaya dan cita-cita kita. Bagaimanapun, masih banyak yang bisa kita miliki. Dan teramat sedikit yang telah hilang dari diri kita. Jika di sisi bumi ini kita terjatuh, masih ada sisi bumi lain yang menyuguhkan banyak harapan. Lalu kenapa harus merasa sempit atas semua keluasan ini?
Melihat Ujian Dengan Iman
Apalah arti sebuah kehidupan tanpa adanya sebuah ujian. Ujian merupakan sebuah jalan menuju hidup yang lebih baik. Dengan adanya ujian seseorang akan ditempa menjadi sosok makhluk yang lebih tangguh dan kuat. Ujian menjadi ajang latihan dan tempaan dari segi fisik maupun mental.
Tiada seorangpun yang tiada pernah merasakan ujian. Seorang mahasiswa dalam menjalani masa studi tentu akan dihadapkan dengan berbagai macam ujian sampai ia memperoleh gelar yang ingin dicapainya. Petani diuji dengan adanya berbagai macam hama, kekurangan pasokan air, hingga harga hasil panen yang jauh dibawah standar. Demikian pula jika seseorang telah menyatakan beriman, maka untuk membuktikan keimanannya ujian akan terus menyertainya. Seperti dalam Firman Allah, yang artinya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami Telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S. Al-Ankabut [29]: 2).
Jika kita memandang sebuah masalah adalah sebuah ujian dari Allah, maka yakinlah bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Kita akan merasakan manisnya ketika kita mampu mencapai level yang lebih baik. Semakin tinggi pohon, maka semakin besar pula angin yang akan menerpanya.
Bagaimana jadinya ketika Rsaulullah dan para sahabat terdahulu memilih berhenti ketika segala makian, siksaan, embargo ekonomi, pengusiran, hinaan hingga pembunuhan dari orang kafir? Mungkin kita tidak akan pernah mengenal Islam. Tapi dengan Iman yang kokoh, beliau dan segenap sahabat tetap bertahan dan yakin bahwa ujian itu adalah awal dari kehidupan yang lebih baik.
Bersyukur (Sabar, Ikhtiar dan Tawakkal)
Pada hakikatnya, guncangan dan ketenangan, kesusahan dan kemudahan, kegagalan dan kesuksesan, semua adalah nikmat yang patut kita syukuri. Karena di sanalah sebenarnya tersimpan banyak hikmah. Lewat dua keadaan yang berlawanan tersebut, akan ada keseimbangan dalam hidup kita. Keadaan tersebut tentu akan memberikan kesempatan kepada kita untuk lebih mengingat dan mendekatkan diri pada Allah, asalkan kita tidak memutuskan untuk berhenti. Itulah makna sabda Rasulullah SAW, ”Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusan adalah kebaikan baginya, dan hal ini tidak diberikan kepada seorangpun kecuali orang mukmin. Jika mendapat kesenangan ia bersyukur dan itu adalah baik baginya, dan jika ditimpa bencana maka ia selalu bersabar dan itu adalah baik baginya.” (Shahih Muslim: 5318).
Kesenangan, kebahagiaan dan kenikmatan mengajarkan kita bagaimana bersyukur dan bergiat dalam beramal dan berbagi sehingga Allah pun menambahkan nikmat-Nya lebih banyak lagi. Sedangkan ujian, cobaan dan kesusahan akan menciptakan kehati-hatian dan memberikan peringatan dini agar tidak larut dalam kemaksiatan.
Saat kita sadar bahwa kita masih memiliki iman di dada kita, tentu kita akan senantiasa ingat kepada Allah Yang Maha Kuasa. Semua yang kita alami terjadi atas izin dan kehendak dari-Nya. Dialah yang senantiasa memberikan yang terbaik bagi makhluk-Nya. Karena semua mengandung hikmah dari yang Maha Mulia. Jadi, kenapa harus takut menatap hari-hari kita?
Jangan Pernah Takut
Banyak orang besar yang mengawali masa perjuangannya dari berbagai macam kesulitan yang dihadapi. Mereka yang mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap kesulitan dan ujian yang dihadapi. Sehingga mereka mampu mengaplikasikannya untuk berusaha lebih baik lagi.
Sebaliknya jika saat menghadapi kesulitan yang ada hanya kata menyerah dan putus asa, maka bisa dipastikan ia telah kehilangan kesempatan untuk menjadi orang yang lebih baik. Contoh yang paling nyata dan paling mengesankan tentu adalah sejarah hidup manusia terbaik; Nabi Muhammad SAW dan juga generasi terbaik; generasi sahabat.
Masih banyak lagi contoh-contoh yang lain. Mereka justru mampu menjadikan setiap ujian menjadi batu pijakan untuk melangkah ke arah yang lebih baik. Jika kita memiliki keyakinan bahwa semua hadir dari Allah dan sekali-kali Allah tidak akan memberikan sesuatu di luar batas kemampuan seorang hamba, maka dipastikan tidak akan ada kata menyerah bagi kita. Menyerah hanya bagi orang-orang yang kalah.
Seorang yang menanam subur iman di dalam jiwanya sudah selayaknya menjadi manusia yang bahagia. Allah tidak akan meninggalkan hambanya yang masih memiliki iman untuk terpuruk dalam kesusahan. Dan yang perlu kita ingat adalah, bagaimanapun keadaan kita, senang maupun susah, ujian akan tetap ada.
Bisa jadi dalam kesuksesan yang telah kita raih, kelapangan rezeki yang ada di tangan kita, dan juga berbagai macam kebahagiaan yang kita rasakan adalah ujian dari Allah. Apakah kita masih bisa bersyukur atau malah kita menjadi lalai dan kufur. Dan juga saat kita ditimpa kesusahan, kegagalan di setiap usaha yang kita lakukan adalah ujian dari Allah, apakah kita mampu menjaga iman kita dan juga untuk senantiasa mengingatkan kita kepada Allah SWT.
Bukankah kita tidak akan pernah merasakan nikmatnya kebahagiaan tanpa pernah merasakan kesusahan? Bukankah kita tidak akan pernah merasakan indahnya kesuksesan tanpa pernah merasakan kegagalan. Wahai saudaraku seiman, ingatlah, sesungguhnya sesudah kesulitan itu, pasti ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."Sesungguh nya Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana".(Moh.Qaaf)