Hakekat Kharomah dan Mata Hati

Soal Kharomah yang dilimpahkan oleh Allah kepada para auliya' seringkali ditentang oleh mereka yang anti dunia sufi. Mereka menganggap Karamah itu seperti sihir, bahkan termasuk kategori khurafat dan zindiq. Padahal Karamah adalah bentuk lain dari sesuatu yang luar biasa, jika itu turun kepada Nabi dan Rasul disebut Mu'jizat, tetapi karena diturunkan kepada para wali maka disebut Karamah.

Pada era terakhir ini muncul di berbagai media massa sejumlah iklan yang menonjolkan istilah Karamah, misalnya, Ilmu Karomah, Kadigdayan Karamah, Karamah Sejati, dan sebagainya. Sebenarnya, istilah yang disebarluaskan dalam iklan tersebut sama sekali bukan masuk dalam istilah Karamah para sufi atau para wali. Karena itu perlu ekstra hati-hati untuk melihat dan memandang apakah keluarbiasaan seseorang itu bersifat Karamah atau sekadar Ilmu Jin, atau Ilmu Hikmah. Semuanya berbeda, walau pun punya kemiripan.

Banyak sekali kisah al-Qur'an yang mengilustrasikan Karamah itu sendiri. Misalnya kisah-kisah Maryam, Ibunda Nabiyullah Isa as, seperti dalam surat ali Imran 37: "Maka Tuhannya menerima (nazarnya) dengan penerimaan yang baik dan mendidiknya dengan pendidikannya yang baik, dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa terhitung."

Pada surat lain, misalnya Maryam 25 disebutkan, "Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu."

Sementara itu dalam hadits Nabi, soal Karamah itu juga dijelaskan, misalnya, riwayat Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda: "Tak ada bayi yang bicara kecuali tiga bayi: Isa bin Maryam, seorang bayi di zaman Juraij dan seorang lainnya….dst." Juga kisah Ashabul Kahfi.

Proses-proses munculnya Karamah adalah sebagaimana munculnya Mu'jizat. Bisa muncul karena doa seseorang, bisa karena muncul tiba-tiba secara luar biasa. Namun, hakikatnya Karamah itu, bukan saja sesuatu yang muncul dengan kedahsyatan. Seseorang bisa menahan kesabarannya, ketika harus marah besar, bisa disebut sebagai Karamah Allah atas orang itu.

Kebajikan-kebajikan dan barakah-barakah para sufi terhadap para pengikutnya juga bisa disebut Karamah. Namun munculnya Karamah itu bukan atas usaha seseorang yang disertai ilmu-ilmu tertentu atau dzikir tertentu supaya Karamah bisa datang. Dan ciri-ciri orang yang punya Karamah itu tentu berbeda dengan orang yang punya ilmu hikmah. Kalau Karamah mesti tumbuh dari para sufi, sementara ilmu hikmah muncul dari kalangan ahli hikmah, yaitu mereka yang menguasai ilmu-ilmu tertentu yang bisa mendatangkan keluarbiasaan. Derajatnya pasti jauh, dan Karamah berada di tempat yang sangat luhur.

Tetapi di dalam perjalanan sufi menuju kepada Allah, seseorang dilarang mencari Karamah. "Uthlubil istiqamah walaa tahlubil Karamah." (Carilah istiqamah, dan jangan mencari Karamah). Karena hakikat Karamah itu adalah istiqamah itu sendiri. Orang yang bisa istiqamah akan mendapatkan Karamah, tetapi orang yang mencari Karamah belum tentu dapat Karamah sekaligus juga belum tentu bisa istiqamah.
Mata Hati

Apabila engkau ingin melihat Allah dengan matahati keimanan dan keyakinan sepanjang waktu, maka engkau harus senantiasa syukur terhadap nikmat-nikmat Allah dan ridha terhadap ketentuan-ketentuan-Nya.

"Dan nikmat apa saja yang datang kepadamu, maka dari llah-lah(datangnya), dan bila kamu ditimpa kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu memohon pertolongan."(QS. An-Nahl: 53)

Apabila engkau inginkan suatu pergantian yang jauh dan dirimu atau darimu, maka sembahlah Allah atas dasar kecintaan, bukan atas dasar perniagaan (ingin balasan pahala atau takut neraka), juga atas dasar ma 'rifat melalui pengagungan dan mawas diri.

Bashirah (matahati) itu seperti mata indera, manakala ada sesuatu yang jatuh pada mata itu, akan terganggu pandangannya walaupun tidak sampai membutakan. Suatu bisikan buruk bisa mengaburkan pandangan hati dan mengotori pikiran. Sementara keinginan pada keburukan itu akan menghapus kebajikan Manakala seseorang melakukan tindakan seperti itu, pemiliknya akan kehilangan andil dalam Islam yang dimilikinya karena hasrat mendatangkan kontranya.

Apabila keburukan itu terus menerus menetap andil Islamnya akan runtuh satu persatu. Apabila kenyataan demikian menimpa para imam agama dan para pemimpin dhalim, mereka akan sangat mencintai dunia dan kedudukan duniawi, disbanding akhirat. pada saat demikian itu, hilanglah seluruh ke-lslamannya.

Karena itulah engkau jangan tertipu oleh indikasi yang bersifat lahiriah. Sebab indikator seperti itu tidak memiliki ruh. Sedangkan Ruhul Islam adalah mencintai Allah dan Rasulnya, serta mencintai akhirat, dan mencintai hamba-hamba-Nya yang saleh. Pusat segala sesuatu dalam sifat-sifat adalah terpusatnya ketika wujudnya belum ada. Lalu lihatlah, apakah engkau melihat mata, di mana? Atau engkau melihat jagad ini ada, bahkan apakah engkau melihat suatu perkara itu cacat? begitu pula setelah semua itu ada.

Kebutaan matahati itu dalam tiga hal:

Pertama, mengarahkan fisik ini pada perbuatan maksiat kepada Allah.

Kedua, bermain-main dalam ketaatan kepada Allah, dan

Ketiga, tamak terhadap makhiuk Allah. Siapa saja yang mengaku memiliki matahati, sementara ada satu unsur dari ketiga unsur tersebut dalam dirinya, maka hatinya dihadapkan pada asumsi-asurnsi hawa nafsu dan waswas syetan. (Sulthanul Auliya 'Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili)

Janganlah membuatmu ragu pada janji Allah, ketika doa yang dijanjikan ijabahnya oleh Allah itu tidak kunjung tiba, walaupun, sangat jelas bahwa engkau yakin tibanya janji itu pada saat yang ditentukan. Hal demikian, agar engkau tidak melukai matahatimu dan meredupkan cahaya rahasia batinmu.
Directions:
Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili dan Ibnu Athaillah as-Sakandari.

Spiritual by Kuliah Ilmu Ghaib